kenangan dari sebuah tragedi
Saat pikiran tak mampu lagi mengingatnya
Foto lah yang akan mengisahkan
Lukisan nyata yang bisa menjadi dongeng
"ini aku, itu kamu, dulu kita disana"
Semua kenangan tentang hidup
cerita indah yang tidak akan pernah terhapus
Bahkan ketika telinga tak mampu lagi mendengar
Foto masih akan tetap bercerita
Hari rabu adalah saatnnya pelajaran bahasa indonesia untuk kelas 5 SD Negeri Mandiri. Sebuah SD cukup maju yang terletak di tengah ibukota. Piala-piala kejuaraan tertata rapi di lemari, ada juga di meja guru dan kepala sekolah. Piagam penghargaan menempel menghiasi dinding ruang guru. Menunjukkan bahwa sekolah ini memiliki segudang prestasi.
Anak-anak satu kelas maju bergiliran mengumpulkan tugas mengarang cerita tentang peristiwa menarik yang pernah dialami diri mereka masing-masing. Tidak terkecuali Risang, anak laki-laki yang suka bikin ulah dan hobi makan permen karet. Tapi bukannya mengumpulkan kertas yang berisi coretan tinta, dia malah mengumpulkan selembar foto. Kakinya sengaja dijulurkan ke tengah jalan ketika Tito melewati tempat duduknya yang berada di urutan kedua dari depan. Niatnya sih biar Tito tersandung dan jatuh.
"Enggak kena..." Ledek Tito yang sudah mengetahui kejahilan Risang.
Dukkkkkkkk......
Ternyata masih ada kaki lain yang menyebabkan Tito hampir tersungkur ke lantai. Kakinya Timbul.
Hhahhaaahhaaaa.....
Risang ketawa sampai dia lupa kalau dimulutnya masih ada permen karet. Permen karet itu terpental mengenai baju Tito.
"Sial, udah hampir jatuh, masih kena permen karet yang bau mulut yang sebulan sekali gosok gigi", gerutu Tito dalam hati.
Memang dua anak ini selalu menjadi biang jail teman-temannya.
"Risang....!" panggil seorang guru muda yang lumayan cantik.
Sekarang giliran Risang menceritakan hasil karangannya didepan kelas setelah teman-teman lain yang memiliki nomor urut lebih kecil bercerita.
"Ini kok cuma foto? Kan yang ibu minta kamu mengarang pengalaman kamu yang mengesankan." Tanya bu Widya.
Tanpa menjawab, Risang langsung menceritakan foto itu.
Suatu sore aku dan kakakku, Dina, berlibur ke rumah nenek. Rumahnya dekat pantai. Kita bisa mendengarkan deburan ombak yang menghantam karang-karang meski berada di dalam rumah. Pasirnya putih dan bersih. Pak Sarman, orang yang dibayar untuk mengurusi kebersihan pantai ini.
Yang paling kami berdua sukai saat berada di pantai adalah membuat "istana pasir". Ini Kakakku, Dina, (sambil menunjuk ke foto) dia sedang membuat menara untuk istana raja China. Dan yang ini aku (menunjuk dirinya dalam foto itu) Aku sedang membuat tembok besar yang menjulur sangat panjang di China. Kakakku orangnya kreatif, dia selalu bisa membuat istana pasir yang sangat bagus. Kalau kesana aku pasti minta diajarin membuat istana pasir sama kak Dina. Saat itu udaranya sudah terasa dingin. Matahari sudah mau bersembunyi dibalik pantai yang terbentang sangat luas. Sekawanan merpati terbang menuju awan yang berwarna kemerahan. Langit senja berwarna merah seperti ini adalah suasana yang paling kami sukai. Dan ini, (menunjuk ke foto lagi) seekor kepiting yang mau menyerang istana Kak Dina.
Foto adalah cerita
kenangan dari sebuah tragedi
Saat pikiran tak mampu lagi mengingatnya
Foto lah yang akan mengisahkan
Lukisan nyata yang bisa menjadi dongeng
"ini aku, itu kamu, dulu kita disana"
Semua kenangan tentang hidup
cerita indah yang tidak akan pernah terhapus
Bahkan ketika telinga tak mampu lagi mendengar
Foto masih akan tetap bercerita