Semut termasuk binatang yang disebutkan dalam Alquran. Sebutan itu sebagai penanda adanya  i'tibar dan pelajaran penting yang bisa dipetik oleh kaum yang berfikir. Selain dikenal dengan kultur koloni, disiplin, kerjasama dan pekerja keras, semut dianggap sebagai hewan yang rakus.
Sikap rakusnya tampak dari kebiasaannya mengumpulkan makanan, sedang  usianya  tidaklah lebih lama dari makanan yang ia simpan. Sebagian percaya bahwa makanan yang disimpan itu untuk keperluan jangka panjang saat ada paceklik atau musim panas.
Tentang sifat yang rakus ini, ada kisah yang bagus, bahwa pada suatu hari, seokor semut menemukan setumpahan madu di atas lantai. Semut itupun mulai menikmati madu, mencicipnya lekat lekat tanpa rasa puas, hingga semut itu terjerembab atau tertarik ke dalam tumpuhan madu tadi, lalu kehabisan nafas dan mati.
Kemudian datang pula semut yang lain dengan melakukan hal yang sama. Tidak hanya puas dengan mencicip dari tepi tumpahan, tapi terus melahap madu itu, hingga bernasib sama dengan semut yang pertama tadi. Begitulah seterusnya dengan semut semut yang lain, mereka mati di tumpahan madu karena sikap rakus mereka dan tidak "belajar" dari kasus semut sebelumnya yang sudah mati lebih dahulu.
Begitulah kiranya sifat manusia terhadap dunia dan kenimatannya. Jika ia tidak berhati hati, maka kejadiannya akan sama dengan nasib si semut yang rakus.
Kisah semut di atas disampaikan oleh Ust Abd Somad dalam  Kajian tentang Berhati hati pada Dunia,  di hadapan masyarakat Malaysia awal tahun lalu, dan penulis akses dari kanal Youtubenya.