Hakikat keinginan manusia ialah bahagia. Itulah puncak pencariannya.
Dalam skala apapun, bahagia mencari bentuknya lewat fikir dan interaksi manusia dengan pengalamannya.
Sebagian terjebak dalam fantasi bahagia, semu dan segera sirna
atau hanya fatamorgana.
Kita meraba, mencerna, mencoba
dan mengusahakan bahagia.
Namun agaknya, bahagia itu
seakan menjauh dan hilang makna.
Psokolog modern berusaha merumuskan makna makna itu.
merusmuskan apa yang dianggap bermakna bagi seseorang?
namun tetap sebagai rumusan saja
yang berlandaskan akal dan empirisme.
Namun, bagi penempuh Jalan Kenabian,
dari lisan Rasul Mulia, telah terekam
kuantum bahagia, ribuan tahun sebelum
pencarian para ilmuwan modern.
Lompatan kuantum bahagia itu mencakup aspek aspek capaian
eksistensi manusia:
Yaitu, mengingat Yang Maha Ada
dengan tindak kepatuhan, mensyukuri
pemberianNya dengan penerimaan
yang sempurna. Dan mengekpresikan penyembahan diri yang total dalam rangka menggapai Kerelaan Tinggi.
Itulah prokol kuantum bahagia yang disampaikan Nabi Mulia ke Sahabat mulia, Muaz bin Jabal.