Indonesia sebagai negara kepulauan dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa memang membutuhkan armada penerbangan yang besar. Saat ini, jumlah pesawat komersial yang beroperasi sekitar 410 unit, sementara kebutuhan diperkirakan mencapai 750 unit dalam beberapa tahun ke depan. Lalu, apakah lebih bijak menambah jumlah maskapai baru atau cukup dengan menambah pesawat saja? Dan jika menambah pesawat, mana yang lebih baik: Airbus, Boeing, COMAC, atau pesawat dari Rusia dan Brasil?
Mari kita bahas dengan santai tapi mendalam.
1. Menambah Maskapai Baru atau Cukup Tambah Pesawat?
Saat ini, Indonesia sudah memiliki beberapa maskapai besar seperti Garuda Indonesia, Lion Air, Batik Air, Citilink, dan Super Air Jet, serta beberapa maskapai regional dan kargo. Jika melihat dari sisi persaingan, menambah maskapai baru bukanlah solusi utama, karena:
Pasar sudah cukup kompetitif -- Banyak maskapai yang bersaing dalam rute domestik dan internasional. Maskapai baru bisa kesulitan mendapat pasar.
Kondisi maskapai belum stabil -- Garuda Indonesia dan beberapa maskapai lain baru saja keluar dari krisis finansial akibat pandemi. Menambah maskapai baru justru bisa memperburuk kondisi industri.
Fokus utama adalah kapasitas, bukan jumlah operator -- Yang penting bukan jumlah maskapai, tetapi jumlah kursi dan penerbangan yang tersedia untuk penumpang.
Jadi, solusi yang lebih masuk akal adalah menambah jumlah pesawat pada maskapai yang sudah ada, bukan menambah maskapai baru.
2. Pilih Pesawat Airbus, Boeing, COMAC, Rusia, atau Brasil?
Sekarang, pertanyaan berikutnya: kalau mau menambah pesawat, sebaiknya beli dari siapa?
a) Airbus (Eropa -- Prancis, Jerman, Spanyol)
Airbus adalah produsen pesawat asal Eropa yang terkenal dengan pesawat berbadan lebar (wide-body) seperti A350 dan A330, serta pesawat berbadan sempit (narrow-body) seperti A320 dan A321.
Kelebihan Airbus:
*Teknologi modern dan hemat bahan bakar, seperti A320neo dan A321XLR.
*Sistem fly-by-wire yang lebih canggih dan nyaman untuk pilot.
*Airbus A350 adalah salah satu pesawat jarak jauh paling efisien di dunia.
Kekurangan Airbus:
*Harga lebih mahal dibanding pesaingnya.
*Waktu tunggu produksi bisa lama karena tingginya permintaan global.
Kesimpulan: Cocok untuk penerbangan domestik dan internasional, terutama rute panjang dengan A330/A350 dan rute padat dengan A320/A321.
b) Boeing (Amerika Serikat)
Boeing adalah pesaing utama Airbus dengan produk seperti Boeing 737, 787 Dreamliner, dan 777X.
Kelebihan Boeing:
*Boeing 737 MAX lebih hemat bahan bakar dibanding generasi sebelumnya.
*Boeing 787 Dreamliner cocok untuk rute jarak jauh karena ringan dan efisien.
*Banyak maskapai Indonesia yang sudah familiar dengan Boeing, sehingga tidak perlu pelatihan besar untuk pilot dan teknisi.
Kekurangan Boeing:
*Isu keselamatan pada Boeing 737 MAX sempat mencoreng reputasi.
*Masalah produksi yang membuat pengiriman pesawat sering tertunda.
Kesimpulan: Boeing tetap menjadi pilihan kuat, terutama untuk maskapai yang sudah terbiasa dengan model ini.
c) COMAC (China)
COMAC adalah perusahaan pesawat asal China yang mulai menarik perhatian dunia, terutama dengan C919 (pesaing Airbus A320 dan Boeing 737).
Kelebihan COMAC:
*Harga lebih murah dibanding Airbus dan Boeing.
*China adalah pasar besar, sehingga memiliki potensi dukungan jangka panjang.
Kekurangan COMAC:
*Belum terbukti di pasar global.
*Infrastruktur perawatan dan suku cadang masih terbatas.
*Belum banyak maskapai besar yang menggunakannya.
Kesimpulan: Masih terlalu dini untuk menjadikannya pilihan utama bagi Indonesia.
d) Rusia (Sukhoi, Irkut, UAC)
Rusia memiliki beberapa pesawat komersial seperti Sukhoi Superjet 100 dan Irkut MC-21.
Kelebihan:
*Teknologi menarik dan harga kompetitif.
*Cocok untuk pasar regional dengan pesawat kecil seperti Superjet 100.
Kekurangan:
*Sanksi global terhadap Rusia membuat suku cadang dan dukungan perawatan sulit.
*Tidak banyak maskapai di luar Rusia yang menggunakannya, sehingga kurang terbukti.
Kesimpulan: Kurang cocok untuk Indonesia karena keterbatasan dukungan global.
e) Embraer (Brasil)
Embraer adalah produsen pesawat asal Brasil yang terkenal dengan pesawat regional seperti E190 dan E195-E2.
Kelebihan:
*Cocok untuk penerbangan jarak pendek dan menengah, misalnya rute antarkota kecil di Indonesia.
*Efisiensi bahan bakar tinggi untuk pesawat sekelasnya.
Kekurangan:
*Kapasitas penumpang lebih kecil, tidak cocok untuk rute padat seperti Jakarta-Bali atau Jakarta-Medan.
Kesimpulan: Cocok untuk penerbangan regional, tapi kurang pas untuk rute utama di Indonesia.
3. Keterbatasan Dunia dan Ambisi Indonesia
a) Keterbatasan Global
Saat ini, industri penerbangan menghadapi beberapa tantangan besar:
*Masalah rantai pasokan: Produksi pesawat Airbus dan Boeing sering tertunda karena keterbatasan bahan baku dan tenaga kerja.
*Harga avtur yang fluktuatif: Harga bahan bakar penerbangan naik-turun, mempengaruhi biaya operasional maskapai.
*Krisis lingkungan: Tekanan global untuk mengurangi emisi karbon membuat industri penerbangan harus mencari solusi lebih ramah lingkungan.
b) Ambisi Indonesia
Indonesia ingin menjadi pusat penerbangan di Asia Tenggara, dan untuk itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan:
1.Menambah armada pesawat -- Fokus pada pesawat yang efisien dan sesuai dengan kondisi rute domestik dan internasional.
2.Meningkatkan infrastruktur bandara -- Bandara di kota-kota besar harus terus diperbaiki agar bisa menampung lebih banyak penumpang.
3.Investasi di sektor penerbangan hijau -- Mulai mempertimbangkan pesawat berbasis bahan bakar ramah lingkungan atau teknologi listrik di masa depan.
Kesimpulan: Pilihan Terbaik untuk Indonesia
Melihat kondisi saat ini, pilihan terbaik bagi Indonesia adalah menambah jumlah pesawat di maskapai yang sudah ada, bukan membuat maskapai baru.
Untuk jenis pesawat:
*Airbus A320/A321neo dan Boeing 737 MAX cocok untuk rute domestik dan regional.
*Airbus A330 dan Boeing 787 Dreamliner bagus untuk penerbangan jarak jauh.
*Embraer E195-E2 bisa dipertimbangkan untuk rute antarkota kecil.
Sementara itu, COMAC dan pesawat Rusia masih belum terbukti, sehingga belum menjadi pilihan utama.
Dengan strategi ini, Indonesia bisa memenuhi kebutuhan 750 pesawat dengan cara yang efisien dan berkelanjutan.