Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Pilihan

Stasiun Karet Ditutup: Apa Ada Solusi yang Lebih Baik?

4 Januari 2025   10:22 Diperbarui: 4 Januari 2025   10:29 155 3

Rencana penutupan Stasiun Karet oleh PT KAI Commuter Indonesia (KCI) dengan alasan keselamatan telah menuai pro dan kontra. Namun, kritik utama terhadap kebijakan ini adalah pendekatan yang dianggap terlalu sederhana---alih-alih meningkatkan infrastruktur, stasiun justru ditutup. Yuk kita sama-sama mengeksplorasi bagaimana kebijakan yang lebih progresif, seperti perpanjangan peron atau pembangunan jalur layang, dapat menjadi solusi yang lebih baik. Selain itu, kita akan membandingkan kebijakan ini dengan kota-kota besar di Tiongkok seperti Beijing dan Shanghai yang berhasil memadukan pertumbuhan urban dengan efisiensi transportasi publik.

Kenapa Tidak Diperbaiki Saja?

Jika alasan utama penutupan Stasiun Karet adalah keselamatan---seperti peron yang terlalu pendek dan kapasitas ruang tunggu yang tidak memadai---seharusnya solusi yang diambil adalah memperbaiki atau membangun ulang stasiun tersebut, bukan menutupnya.

Perpanjangan Peron

Peron yang terlalu pendek untuk menampung rangkaian KRL 12 gerbong menjadi masalah teknis yang sebenarnya bisa diatasi. Perpanjangan peron dengan desain modern adalah langkah umum di kota-kota besar dunia untuk menyesuaikan infrastruktur dengan peningkatan kapasitas kereta. Misalnya:
*London memperluas peron di banyak stasiunnya ketika memperkenalkan rangkaian kereta yang lebih panjang.
*Tokyo memperbaiki stasiun yang padat dengan memanfaatkan teknologi konstruksi cepat tanpa mengganggu operasional.

Jalur Layang atau Bawah Tanah

Jakarta sebenarnya sudah memulai pembangunan jalur layang seperti MRT dan LRT. Mengapa pendekatan ini tidak diterapkan pada jalur KRL? Stasiun Karet, misalnya, bisa direlokasi sedikit atau dibangun ulang sebagai stasiun layang. Contoh sukses bisa dilihat di Tiongkok:
*Shanghai mengintegrasikan jalur kereta layang dengan jalur bawah tanah untuk mengatasi masalah lahan terbatas.
*Beijing membangun jalur kereta bawah tanah dengan tujuan memisahkan transportasi publik dari kemacetan permukaan jalan.

Meningkatkan Kapasitas Ruang Tunggu

Masalah kapasitas ruang tunggu di Stasiun Karet seharusnya tidak menjadi alasan untuk menutup stasiun. Desain ulang ruang tunggu dengan struktur bertingkat atau konsep ruang terbuka dapat meningkatkan kapasitas penumpang tanpa mengorbankan kenyamanan.

Bandingkan dengan Beijing dan Shanghai

Jakarta sering dibandingkan dengan kota-kota besar di Tiongkok seperti Beijing dan Shanghai, yang memiliki jaringan transportasi umum yang sangat maju. Perbandingan ini menggarisbawahi perbedaan pendekatan dalam menangani pertumbuhan jumlah penumpang dan infrastruktur transportasi.

Beijing: Inovasi dalam Transportasi Bawah Tanah

Beijing memiliki lebih dari 27 jalur kereta bawah tanah yang melayani hampir seluruh wilayah metropolitan. Sebagai ibu kota dengan populasi lebih dari 21 juta jiwa, Beijing fokus pada pengembangan jaringan bawah tanah untuk menghindari konflik dengan lalu lintas permukaan. Pendekatan ini berhasil mengurangi tekanan pada transportasi darat dan memastikan keselamatan pengguna.

Beijing juga mengintegrasikan teknologi canggih, seperti pintu peron otomatis (platform screen doors) untuk meningkatkan keselamatan penumpang di stasiun yang padat. Solusi ini menunjukkan bahwa masalah keselamatan di stasiun tidak harus diselesaikan dengan menutupnya.

Shanghai: Stasiun Dekat dan Jaringan Luas

Shanghai memiliki lebih dari 500 stasiun kereta dengan jarak rata-rata antar stasiun yang relatif dekat, sehingga meningkatkan aksesibilitas bagi penduduk. Alih-alih mengurangi jumlah stasiun, Shanghai justru terus menambah jaringan transportasi untuk melayani wilayah yang lebih luas.

Pengelolaan stasiun di Shanghai juga dirancang untuk efisiensi tinggi, dengan akses pintu masuk ganda, sistem navigasi yang jelas, dan fasilitas ruang tunggu yang luas. Ini menunjukkan bahwa dengan perencanaan yang matang, tantangan kapasitas dapat diatasi tanpa harus mengurangi fasilitas.

Konsekuensi Penutupan Stasiun Karet

Penutupan Stasiun Karet tidak hanya berdampak pada aksesibilitas penumpang, tetapi juga menciptakan efek domino terhadap ekosistem ekonomi di sekitar stasiun.
1.Aksesibilitas Penumpang
Penumpang yang biasa menggunakan Stasiun Karet akan terpaksa berjalan lebih jauh ke stasiun terdekat, seperti Stasiun BNI City atau Stasiun Sudirman. Ini dapat memperpanjang waktu perjalanan dan menambah biaya transportasi lanjutan, yang tidak efisien untuk masyarakat kelas pekerja.
2.Dampak Ekonomi Lokal
Pedagang kecil dan pengemudi ojek pangkalan yang menggantungkan penghasilan pada keberadaan stasiun akan kehilangan mata pencaharian. Penutupan ini akan memengaruhi mata rantai ekonomi lokal yang telah terbentuk selama bertahun-tahun.
3.Kepadatan di Stasiun Alternatif
Jika Stasiun Karet ditutup, lonjakan penumpang di stasiun sekitar seperti BNI City bisa menimbulkan masalah baru, seperti antrian panjang, ruang tunggu yang penuh, dan potensi kecelakaan akibat overcapacity.

Rekomendasi untuk Kebijakan yang Lebih Baik

Daripada menutup stasiun, berikut adalah beberapa rekomendasi untuk meningkatkan efisiensi dan keselamatan tanpa mengorbankan aksesibilitas:
1.Pembangunan Ulang Stasiun
Stasiun Karet dapat direnovasi dengan desain baru yang lebih modern dan aman, termasuk perpanjangan peron, ruang tunggu bertingkat, dan akses yang lebih baik untuk pejalan kaki.
2.Jalur Layang atau Bawah Tanah
Mengintegrasikan jalur layang atau bawah tanah pada rute KRL di Jakarta dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi konflik antara kereta dan lalu lintas permukaan.
3.Peningkatan Manajemen Penumpang
Sistem manajemen penumpang yang lebih baik, seperti pengaturan waktu keberangkatan yang lebih sering, dapat mengurangi kepadatan di stasiun kecil.
4.Integrasi Transportasi
Stasiun Karet dapat diintegrasikan dengan moda transportasi lain, seperti MRT, LRT, atau busway, untuk menciptakan konektivitas yang lebih baik dan mengurangi beban di satu moda transportasi saja.

Kesimpulan: Penutupan Bukan Solusi

Penutupan Stasiun Karet, meskipun dilakukan dengan alasan keselamatan, tidak mencerminkan solusi jangka panjang untuk masalah transportasi di Jakarta. Bandingkan dengan kota-kota seperti Beijing dan Shanghai yang justru menambah fasilitas dan meningkatkan infrastruktur transportasi umum, Jakarta seharusnya mengikuti pendekatan yang serupa.

Daripada mengurangi aksesibilitas, pemerintah dan pihak terkait perlu melihat penutupan stasiun sebagai kesempatan untuk memperbaiki dan membangun infrastruktur yang lebih baik. Dengan demikian, transportasi publik di Jakarta tidak hanya aman, tetapi juga semakin nyaman dan terjangkau bagi masyarakat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun