Sekitar 20 menit kemudian bus sampai di halte Avenida Amizade/viaduto yang telat berada di seberang hotel Golden Dragon yang beralamat di Rua de Malacca. Â Namun untuk menyeberang, kami harus melewati terowongan dan sedikit memutar di dekat Lotus Square. Â Untungnya terowongan dilengkapi dengan lift sehingga cukup nyaman untuk dilewati.
Karena belum waktunya cek in, maka kami hanya dapat menitipkan bagasi di hotel dan segera bersiap untuk jalan-jalan di Makau. Â
Tujuan pertama adalah mencari makan siang dan akhirnya disepakati untuk mampir ke restoran muslim halal restaurant yang beralamatkan di Rua de Cinco de Outibro atau Jalan 5 Oktober yang terletak di pusat kota tua Makau tidak jauh dari Leal Senado atau Senado Square yang dalam bahasa setempat disebut San Ma Lo.
Dengan taksi kami menuju ke restoran tersebut. Â Naik taksi di Makau cukup sederhana, cukup menunggu di taksi stand dan menunjukkan alamat yang dituju. Â Ongkos taksi juga tidak terlalu mahal yaitu sekitar 40-50 Pataka yang dibayar dengan Dolar Hong Kong. Â Mata uang Hong Kong memang berlalu di Makau sedangkan uang Makau tidak dapat dipakai di Hong Kong karena nilai tukarnya yang walaupun hampir sama tetapi lebih rendah.
Yang menarik adalah nama jalan 5 Oktober ini digunakan untuk memperingati peristiwa bersejarah yaitu revolusi di Portugal pada 5 Oktober 1910 yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Makau.
Loulan Islami Restaurant menerapkan salah satu restoran favorit saya di Makau. Â Terlahir kali saya mampir ke sini adalah pada kunjungan di akhir 2016. Â Suasana restorannya tidak terlalu banyak berubah. Â Yang menyambut kali ini pun seorang karyawati yang berbahasa Indonesia. Â Sama semepet dulu walau kali ini sudah berganti. Ketika saya bertanya tentang karyawati yang dahulu, dijawab bahwa sudah pindah bekerja di tempat lain. Â
Ketika menjelaskan tentang pemilik restoran ini, ada informasi yang sedikit berbeda dengan yang terdahulu. Jika dahulu dijelaskan bahwa pemiliknya adalah orang yang berasal dari provinsi Xinjiang, kali ini dijelaskan bahwa pemiliknya adalah orang yang berasal dari lelaki dari Uzbekistan dan istrinya asal Xinjiang.
Suasana restoran siang itu tidak terlalu ramai. Ada beberapa meja dan hanya dari meja lain yang di isi sepasang pelanggan yang juga orang Indonesia. Â
Setelah memesan makanan, waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 12.32 dan waktu solat zuhur sudah masuk di Makau. Â Karena tidak sempat untuk mampir ke Mosquita de Makau, kali ini saya bertanya apakah bisa numpang sholat di rumah makan ini.
Mbak penjaga restoran kemudian mempertidak hama saya solat di lantai atas resto yang sebenarnya digunakan sebagai kantor kecil penilik restoran. Â Di sini ada sajadah kecil dan cukup nyaman untuk solat walau sempat dipesan agar digunakan sebelum yang punya resto datang.
Setidaknya saya dapat menemukan tempat seikat yang cukup nyaman walau tidak sempat mampir ke masjid ketika jalan -jalan di pusat kota Makau. Â Setelah makan siang, perjalanan dilanjutkan ke berbagai tempat menarik di bekas koloni Portugis yang kini berstatus sebagai Macau SAR atau spesial administrative Region.