Mohon tunggu...
KOMENTAR
Trip Pilihan

El es El Novio de Mi Hijo: Kejutan Budaya di Bogota

5 Maret 2024   10:26 Diperbarui: 5 Maret 2024   10:34 185 4
Jalan-jalan di Bogota memang selalu penuh dengan kejutan yang selain menyenangkan, tetapi juga terkadang membuat dahi sedikit berkerut walau usia tidak bertambah. Seperti kisah yang  terjadi di hari Senin nan cerah ini.  

Sebenarnya pagi itu saya  ingin berkunjung ke Museo Nacional de Colombia yang lokasinya sudah saya ketahui beberapa hari sebelumnya dan bisa dicapai dengan naik kendaraan tercinta, yaitu Transmilenio atau Busway versi Bogota.

Namun dalam perjalanan saya baru ingat bahwa hari Senin kebanyakan museum  tutup. Akhirnya saya melanjutkan naik  TransMilenio rute  D Ochenta uno atau D81 menuju kawasan yang sudah  saya kunjungi beberapa kali, yaitu La Candelaria   dan turun di halte San Victorino.  

Dari halte ini saya berjalan kaki sesuka hati melewati kawasan pertokoan dan  jalan -jalan yang agak sempit. Tiba-tiba saya sadar bahwa saya sepertinya sudah tidak berada di kota tua mengingat bentuk bangunan yang. Berbeda dan kebanyakan berfungsi sebagai toko bangunan dan perlengkapan listrik. Tempat ini juga bukan tujuan turis atau wisatawan dan kebanyakan yang lalu lalang adalah warga setempat.

Setelah saya melihat alamat dan nama jalan, saya baru sadar bahwa saya memang salah belok arah ketika keluar dari halte. Seharusnya saya belok kanan ketika keluar di Carrera 10 dan menuju ke jalan-jalan dengan Carrera lebih kecil karena tujuan saya di Museo del Oro adalah Carrera 6, tetapi saya belok kiri dan kini saya ada di Carrera 15.  

Akhirnya  saya balik kanan dan terus berjalan di kaki lima yang sempit dan berdebu.  Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 12 waktu Bogota yang bersamaan dengan pukul 12 malam di Jakarta.  Kebetulan saya melihat sebuah restoran lokal dengan menu di tulis sebuah papan dan ada yang  cukup menarik yaitu gambar Pollo Dorado atau ayam goreng yang kelihatan lezat.

Saya pun masuk ke dalam restoran dan mengambil tempat duduk. Restoran kecil ini hanya memiliki sekitar 10 meja dan terisi sekitar setengahnya saja.

Saya duduk di sebuah meja dan seorang perempuan dengan penampilan cukup menarik mendekati sambil menanyakan apa yang saya pesan tanpa memberikan menu.

Akhirnya saya langsung ingat Pollo adirado tadi dan juga menyebut arroz alias nasi.  Perempuan tadi sempat menawarkan carne atau daging dan juga huevos fritos (telur goreng) serta nama-nama lain yang saya tidak mengerti. Akhirnya saya saya tolak dan mengatakan Solo arroz con Pollo. Hanya nasi dan ayam.

Sedangkan untuk minuman saya memesan una botella de sgua sin gas, alias air mineral tanpa soda.

Menunggu tidak sampai 5 menit hidangan saya muncul dalam porsi yang lumayan. Selain nasi putih dan ayam goreng, ternyata hadir juga mie kuning  dan yang paling mengejutkan adalah pisang goreng atau platano frito yang  kelihatannya enak menantang.

Sebagai bumbu ternyata ada juga sambal hijau yang ternyata lumayan sedap.

Makan siang saya cukup mantap. Ayam goreng sedap plus pisang goreng yang sangat lezat.  Selesai makan ketika meminta la cuenta atau bon, perempuan itu hanya memberikan secarik kertas bertuliskan makanan yang saya pesan yang ternyata bernama bandeja dan bottela de agua.
Ketika membayar harganya ternyata 15.500 peso yang segera saya bayar dengan selembar uang  20 ribu peso.

Karena tidak jadi ke museum pagi tadi saya sudah memesan untuk ikut Food walking Tour, jalan kaki di pusat kota tua Bogota sambil menikmati Street Food alias makanan kaki lima khas Kolombia .

Seperti biasa, pemandu wisata menunggu di depan Museo del Oro dengan memakai payung merah. Kali ini pemandunya bernama Hector.

Kami mulai berjalan dan sekitar lima menit kemudian di berhenti di sebuah gerai yang tidak terlalu besar tidak jauh dari Calle Real untuk mampir mencicipi empenada. Sebenarnya saya sudah mencicipi empanada ketika di Mercado de la Concordia, namun empanada di sini memang lebih enak.

Di sini saya mulai berkenalan dengan beberapa peserta Tour . Salah satunya ada sebuah keluarga yang terdiri dari seorang ibu dan dan dua pemuda.  Ketika saya tanya, ternyata mereka berasal dari Peru. Pantas mereka selalu berbahasa Spanyol

Ibu inilah yang  akhirnya sering menjadi teman bercakap -cakap saya selama tur ini sekaligus melatih percakapan bahasa Spanyol saya walau kadang banyak yang tidak saya mengerti terutama jika sang ibu berbicara dengan cepat.

Walking tur kemudian berlanjut ke beberapa gerai lain seperti menikmati bunuelos, yang mirip donat dan isinya cukup bervariasi.  
Kami juga sempat menikmati air tebu yang dibuat dengan mesin khusus yang disimpan dalam kendaraan berbentuk kereta atau mobil dari kayu yang cantik di Plaza de Bolivar.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun