“Banjir gak pak?”,pertanyaan ini kerap ditanyakan baik oleh kenalan, kolega, teman, maupun handai tolan.Dan pertanyaan ini pula yang menjadi frasa pembuka setiap percakapan baik melalui telpon, sms, ataupun berbagai jenis media sosial.
Banjir lagi! Banjir lagi!Setiap musim penghujan, khususnya di bulan Januari dan Februari, kawasan Jabodetabek dan sebagian besar kota di kawasan pantai utara pulau Jawa serta banyak lagi daerah di Indonesia selalu menjadi langganan banjir.Yang memprihatinkn, intensitas dan cakupan wilayah banjir kian lama kian meluas.
Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai individu dan anggota masyarakat?. Fenomena umum yang sering terjadi selama ini adalah mencari kambing hitam.Kita hampir tidak pernah mencari solusi, melainkan menari pihak lain untuk dipersalahkan.Dan sekarang banyak juga yang menyalahkan Jokowi karena banjir masih tetap terjadi di Jakarta.
Lalu, mari kita coba sedikit bereksplorasi untuk sekedar menyumbangkan fikiran dan gagasan kepada pihak yang memeliki wewenang dalam menentukan arah nasib negri ini ke depan. Dalam mengatasi banjir, kita harus mengetahui lebih dahulu penyebabnya.Setelah itu kita coba sebentar merenung dan melihat ke belakang apa yang sesunguhnya telah dilakukan selama ini.Kalau bisa disimpulkan, sebenarnya bencana banjir yang terjadi sebagian besar disebabkan karena kita semua telah memperkosa alam dan lingkungan tempat kita hidup.
Karena itu ada beberapa usulan baik yang biasa-biasa saja maupun yang sedikit “nyeleneh” namun tetap perlu dipertimbangkan kalau kita mau bertindak dan tidak hanya menyerah terhadap alam. Dan kalau Saya jadi Jokowi, hal-hal berikut inilah yang akan coba dilakukan untuk mengatasi banjir dalam jangka panjang.
Pertama: Melihat bagaimana negri Belanda mengatasi banjir di negrinya. Negri Belanda yang disebut juga “Niederland” memang negri yang letaknya rendah bahkan rata-rata ada di bawah permukaan laut, namun dengan teknologi, mereka mampu mengatasi banjir.Kalau perlu nama kota Jakarta diubah menjadi Jakartadam atau Betawidam saja!, demikian kata kompasianer kondang Thamrin Dahlan.
Kedua: Mencoba berdamai dengan alam!, Kita harus menggalakan kembali proses reboisasi dan memperbanyak daerah resapan air.Kawasan di pegunungan yang harus terus djaga kelestariannya dan tidak boleh dirubah fungsinya menjadi perumahan atau villa.
Ketiga: Kita harus menghentikan pembangunan perumahan dimanapun.Tanah yang kosong harus tetap kosong. Setiap pembangunan harus dikompensasikan dengan perubahan daerah pemukiman menjadi ruang terbuka hijau. Daerah pemukiman yang rendah dan menjadi langganan banjir mungkin dulunya adalah rawa atau pesawahan. Sedapat mungkin daerah ini dkembalikan fungsinya menjadi danau atau rawa. Perumahan rakyat yang horizontal harus diubah menjadi vertikal sehingga prosentasi ruang terbuka dan resapan air akan menjadi lebih tinggi.
Keempat: Memperbanyak tempat jalan dan penampungan air, yang pada giliran musim kemarau dapat digunakan untuk pengairan dan juga kebutuhan air bersih.Tempat jalan air berupa kanal dan yang mengalirkan air tersebut ke penampungan berupa danau, situ dan waduk.Untuk kawasan Jakarta dan sekitarnya, perlu dibangun puluhan kanal dan juga puluhan waduk untuk menampung limpahan air tadi.
Kalau kita konsisten dengan rencana di atas, yang pembangunannya memang bisa memakan waktu yang lama dan biaya yang besar, niscaya masalah banjr dapat sedikit demi sedikit diatasi.Dan yang jelas kalau semua pihak mau berusaha dan yakin bahwa banjir bisa diatasi, maka kita pasti bisa mengatasi banjir!
Jakarta, 19 Januari 2014