Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Wow! Banyak Salah Tulis di Kerkhof Peutjut Banda Aceh

3 April 2013   00:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:49 1454 3

Kota Banda Aceh banyak memilikibanyak situs bersejarah yang menyimpan kekayaan sejarah tentang kejayaan dan kegemilangan Kerajaan Aceh yangjuga berselimut misteri serta tragedi yang penuh inspirasi. Salah satunya adalah tempat yang disebut sebagai Kerkhof Peucut yang terdapat di Jalan Teuku Umar tidak jauih dari MuseumTsunami.

Nama tempat ini resminya adalah Kerkhof Peucut yang uniknya merupakan gabungan Bahasa Belanda dan Aceh. Kerkhof adalah Bahasa Belanda untu kuburan yang secara harfiah berarti Halaman Gereja dan Peucut sendiri artinya adalah Putra Kesayangan.

Kompleks makam seluas sekitar 3,5 hektarberdiri megah di tengah kota Banda Aceh dan menjadi rumah abadi dari lebih dari 2200 tentara Belanda yang tewas sewaktu Perang Aceh sampai pada sekitar tahun 1940-an.

Di bagian atas pintu gerbangnya yang megah dan berwarna kombinasi coklat dan kuning tua, terdapat prasasti marmer bertuliskan kata dalam Bahasa Belanda “Aan Onze Kameraden Gevallen op hetVeld van Eer” yang artinya kira-kira Kepada Teman Sejawat yang Gugur di Medan Laga”.Persis di bawahnya juga terdapat terjemahan dalam akasara Arab  dan Jawa. Tidak mengherankan karena sesungguhnya yang dimaksud tentara Belanda disini tidak seluruhnya etnis Belanda. Kalau dilihat dari namanya banyak juga nama Jawa, dan juga etnis lain di Nusantara yang tergabung dalam tentara Belanda .

Di dinding tembok tertulis semua nama penghuni yang disusun berdasarkan tahun gugur dan juga berdasarkan abjad. Nama-nama ini menjadi abadi dan kondisi makam juga terlihat sangat terawat dan teratur rapih. Sebuah pemakaman tentara Belanda yang cukup besar dan bahkan terbesar di luar negri Belanda.

Memasuki kompleks makam terlihat deretan makam yang umumnya bercat putih. Ukurannya tidak seragam, ada yang besar dan ada juga yang kecil. Namun yang sangat menarik adalah makam Jendral Kohler yang sebenarnya pertama kali dimakamkan di pemakaman Kober Kebon Jahe yang sekarang menjadi Taman Makam Prasasti dan baru pada tahun 1978 kerangkanya dipindahkan ke Aceh.

Sebuah papan pengumuman dalam Bahasa Belanda , Inggris dan Indonesia menjelaskan bahwa tsunami pada 26 desember 2004 telah merusak sebagian besar makam di tempat ini. Anehnya keterangan dalam Bahasa Indonesia berbeda maknanya dibandingkan dengan keterangan dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia tertulis “Tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 mengakibatkan hilangnya 50 buah palang salib sebagai tanda makam/kuburan” sedangkan dalam bahasa Inggris tertulis“26 December 204, This Area was badly hit by the tsunami, These 50 crosses representall whose grave/tombe was lost then”.Saya sendiri tidak mengerti apa arti sesungguhnya tulisan dalam Bahasa Inggris ini?

Saya terus berjalan ke bagian tengah kompleks makam dan tertarik dengan sebuahkompleks makam kecil yang dinaungi sebuah pohon tua yang rindang. Setelah didekati ternyata ada lagi pengumuman dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang menyatakan tempat ini sebagai Situs Cagar Budaya.Namun sayangnya terjadi salah ketik juga karena disini tertulis Cagar Budaya Keerkhof dengan dua huruf E atau kebanyakan satu E.Di sebelahnya , terdapat kutipan Undang Undang no 11 tahun 2010 pasal 66 tentang sanksi bagi yang merusak ataupun merubah cagar budaya yang dilindungi undang-undang.

Makam yang ada disini memang berbeda dengan kebanyakan makam Belanda yang terlihat sangat terawat lengkap dengan salibdan tulisan dalam Bahasa Belanda. Makam disini bentuknya makam muslim dengan batu nisan modelPersia. Ternyata ada lagi sebuah papan nama yang tertulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris yang sayangnyaterlihat kurang rapih, bahkan pernah diralat dan terkesan sedikit suram.

Pada bagian atas tertulis judulnya sebagai Makam Meurah Pupok.Dibawahnya ada sedikit penjelasan mengenai siapakah Meurah Pupok ini : Terkenal dengan sebutan Peutjut, menurut sejarah Meurah Pupok adalahputera SultanIskandar Muda. Karena suatu “kesalahan” sultan menghukum sendiri puteranyaini. Sering disebut Pocut (anak kesayangan) kemudian berubah menjadi Peutjut. Pada saat Sultan akan menghukum putranya inilahlahir ungkapan “Mate Aneuk Mepat Jirat – Gadoh Adat Pat Tamita”.

Di bawahnya terdapat penjelasan dalam bahasa Inggris yang bahasanya agak susah dimengerti oleh orang Inggris karena merupakan terjemahan kata-perkata yang,mengandung  kesalahan. Terjemahannya sebagai berikut : “It is populer with the calling Peutjut.Historically Meurah Pupok was the son of Sultan Iskandar Muda, Due to “the mistake” he had punished the son by himself.It was often called as Pocut (the beloved son/daughter), Later on it was changed to be peutjut). When he was about to sentence the son the proverbs “If the son died there are funerals are able to be found, The Culture Extinct The is No Remark trace”

Sedangkan ungkapan dalam bahasa Aceh itu artinya adalah Jika anak meninggal masih ada kuburan yang bisa dilihat, sedangkan jika adat yang hilang, hendak kemana kita mencari? Ungkapan ini menunjukan betapa adilnya Sultan Iskandar Muda dalam pelaksanaan hukum Syariat yang bahkan dilaksanakankepadaanak lelaki tunggal tersayang.

Kisah Meurah Pupok memang menjadi semacam tragedi dalam kisah kejayaan Kerajaan Aceh ketika putra mahkota harus dihukum mati oleh sultan karena telah berzinah. Namun kemudian timbul dugaan bahwa sang putera mahkota mungkin telah ,menjadi korban dari suatu konspirasi politik, Akibatnya pada tahun 1636 itu pula sang sultan yang gagah perkasa jatuh sakit dan meninggal dalam usia yang masih muda yaitu 46 tahun setelah 29 tahun berkuasa.

Kunjungan sejenak ke Kerkhof Peucut inimemberi kita suatu pelajaran dan tauladan yang sangat mengharukan.Ketegasan sultan dalam menerapkan hukum yang seadil-adlinya bahkan terhadap puteranya sendiri !Sayangnya pengelolaannya masih harus diperbaiki, terutama dalam hal tulis menulis yang banyak mengandung kesalahan!

Banda Aceh, 2 April 2013

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun