“Pada masa itu saya dan lebih dari ratusan taruna naik kapal laut dari Surabaya ke Vladivostok dalam waktu lebih dari satu minggu.”, kata-kata ini menjadi pembuka kisah kehidupan seorang taruna TNI Angkatan Udara yang pernah mengenyam pendidikan di Uni Sovyet di jaman orde lama.
Ketika itu sekitar tahun 1963, Indonesia masih di bawah pemerintahan Presiden Soekarno yang haluan politiknya lebih cendrung berteman dengan negara-negara blok Sovyet, sehingga banyak sekali mahasiswa dan juga taruna yang mengikuti pendidikan di negara –negara blok timur.
Bapak pensiunan yang sekarang berusia hampir 69 tahun ini dengan bersemangat menceritakan pengalaman hidup yang tidak terlupakan. Pada saat itu beliau baru berusia kurang dari 20 tahun dan kemudian menghabiskan lebih dari 3 tahun di negri beruang merah yang pada saat itu di bawah pemerintahan Nikita Kruschev.
Pada saat berangkat, ketika memasuki perairan Rusia dan mendekati pelabuhan Vladivostok, kapal harus melalui perairan yang sudah membeku karena musim dingin sudah menggayut di kawasan timur Uni Sovyet ini. Diceritakan bagaimana air laut membeku dan orang-orang bahkan dapat berjalan di atas permukaan laut.
Asyiknya pelajaran Bahasa Russia sudah dimulai sejak perjalanan di kapal ini. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan kereta api Trans Siberia dari bagian timur Uni Sovyet melalui daratan Siberia yang membeku selama lebih dari sepuluh hari . Sepanjang perjalanan yang dilihat hanyalah pemandangan putihnya bumi yang ditutupi salju yang tebal dengan suhu yang bisa mencapai minus 30 atau 40 derajat di bawah nol.“Bahkan kalau kita kencing pun airnya langsung membeku”, tambah sang bapak tua pensiunan TNI AU yang masih tampak gagah di usia senjanya ini sambil tertawa, Saya tidak tahu apa ini hanya lelucon atau kisah sebenarnya?
Perjalanan pun berakhir di sebuah kota yang disebut Frunze. Kota ini terletak di salah satu Republik Sosialis Sovyet , yaitu Kirgiztan yang terletak di kawasan Asia Tengah dan merupakan bagian dari negri terluas di dunia ini. Nama Frunze sendiri berasal dari nama salah seorang pejuang komunis Sovyet yaitu Mikhail Vasilyevich Frunze.Semenjak pecahnya Uni Sovyet pada 1991,Republik Kirgiztan sudah menjadi negara yang merdeka dan kota Frunze sudah diganti namanya menjadi Bishkek.Di kota Frunze yang menjadi markas besar pabrik pesawat Antonov inilah , tokoh kita sempat tinggal dan belajar selama lebih dari tiga tahun.
“Pada saat itu kita mendapat uang saku sebesar 80 Ruble per bulan” cerita sang tokoh sambil mengenang masa-masa mudanya itu. Dikisahkan juga bahwa 1 Ruble nilainya sekitar 3 US Dollar pada saat itu dan jumlah tersebut cukup besar untuk kehidupan seorang taruna.Uni Sovyet sendiri pada saat itu sedang dalam masa kejayaannya sehingga diceritakannya bahwa bahkan seorang tukang sapu pun dapat kembali ke kampung halaman dengan menggunakan pesawat udara yang pada saat itu hanya ada satu maskapai yaitu Aeroflot.
Pada saat-saat weekend para taruna juga bisa berjalan jalan di semcam alun-alaun atau plasad dimana terdapat air mancur, bahkan juga band dan semacam pusat berbelanjaan. Tentu saja semua toko di mal versi Sovyet dioperasikan oleh negara.
“Kalaulibur panjang kami juga bisa pesiar ke ibu kota Moskwa”, tambahnya lagisambil bercerita tentang harga makanan yang sangat murah karena dapat dibeli dengan uang beberapa kopek saja. Uang kopek sendiri merupakan pecahan unitRuble dimana 1 Ruble nilainya sama dengan 100 Kopek. Saya jadi teringat akan buku-buku penulis Russia terkenal sepertiLeo Tolstoy dimana pecahan kopek sering disebut sebut dalam novel dan roman yang menarik. Sebagai pembanding tiket pesawat pulang pergi ke Moskwa pada saat itu sekitar 40 atau 50 Ruble saja. Sedangkan harga satu kilogram apel atau яблоко (yablaka) hanya sekitar 70 kopek.
Sebelum wawancara informal saya berakhir, saya sempat menanyakan apakah taruna dari Indonesia boleh melaksanakan kegiatan ibadah seperti berpuasa di bulan Ramadhan ketika mengikuti pendidikan di negri Sovyet yang komunis.Jawabannya cukup mengejutkan, karena di Frunze sendiri cukup banyak masjid dimana mereka dapat ikut melaksanakan sholat Jumat. Dan karena yang belajar disana banyak juga taruna dari negara Islam seperti Iran, Afghanistan, Somalia, dan juga Aljazair, maka di asrama juga disediakan makan sahur dan berbuka pada saat bulan Ramadhan.
Kesimpulannya mereka tetap diperbolehkan beribadah dan berpuasa karena itu merupakan kebebasan beragama dalam tingkat individu yang tidak dilarang selama tidak menggangu orang lain dan juga kegiatan belajar mengajar. Kebetulan pada saat itu bulan Ramadhan tahun 1383 H yang tepat jatuh sekitar Januari 1964 bertepatan dengan musim dingin sehingga puasa juga hanya berlangsung tidak terlalu lama karena waktu siang yang pendek.
Diceritakan juga bahwa di Uni Sovyet pada saat itu nama Indonesia dan Soekarno sangat terkenal. Kalau liburan musim dingin mereka akan pergi ke Tashkent di Uzbekistan yang terkenal dengan hawa yang hangat versi Uni Sovyet. Bahkan ada pepatah yang mengatakan тепло, как Ташкент (Tiplo kak Tashkent) atau Hangat seperti Tashkent . Padahal yang dimaksud hangat disini sekitar minus lima atau sepuluh derajat karena di tempat lain sudah minus 30 atau 40 derajat!.
Kisah kehidupan di Uni Sovyet hampir setengah abad yang lalu ini memang cukup menarik bagi generasi sekarang yang seakan-akan tidak pernah mengenal keadaan negri beruang merah pada saat itu.. Pada masa itu, Uni Sovyet memang sangat tertutup dan menjadi misteri. Tentunya kehidupan di Uni Sovyet pada saat itiu tidak sama dengan kehidupan di Rusia yang sekarang sudah sama sekali berubah dan sudah sangat mirip dengan kehidupan di negara-negara Eropa yang lain.
Akan tetapi pengalaman mengunjungi kota Moskwa dengan Lapangan Merah atau Krasnaya Plasad dengan mausoleum Lenin merupakan salah satu episode kehidupan yang meninggalkan kesan mendalam buat tokoh kita yang tetap bersemangat ini.
Catatan: Kisah yang menarik ini dituliskan berdasarkan percakapan sewaktu sahur di sebuah hotel di kota Balikpapan