Chicago merupakan salah satu “the most liveable and walkable cities in the United States”. Hal ini memang dibuktikan dengan banyaknya taman umum yang indah, banyak dikunjungi, ramai, dan yang terpenting adalah gratis. Salah satunya adalah ‘Millenium Park”.
Dari Lincoln Park Zoo, saya sengaja berjalan kaki menyusuri Armitage Streetuntuk melihat-lihat kawasan perumahan di pinggiran kota Chicago.Saya melewati kawasan yang agak sepi di siang hari yang cerah. Hanya ada beberapa orang pejalan kaki yang ada sekitar dua puluh meter dan empat puluh meter di belakang saya. Sudah beberapa buah bus CTA yang lewat, tetapi saya memang lagi lebih suka menikmati berjalan kaki dengan santai. Akhirnya setelah berjalan sekitar 15 menit dan menempuh jarak lebih dari satu kilometer saya pun sampai di sebuah stasiun Armitage yang terletak di Brown Line kereta layang“L” yang melayani jurusan Kimball ke Merchandise Mart.
Dari stasiun ini saya pun naik kereta yang menuju the loop, yaitu kawasan di pusat Chicago dimana jalur kereta api layang nya melingkar dan dilewati oleh beberapa jurusan sekaligus, sehingga kita dapat dengan mudah berganti kereta untuk ke seluruh tujuan di kota Chicago dan kawasan sekitarnya.
Sesampainya di satsiun Adams/Wabash , saya pun turun dan menyebrang jalan menuju ke arah Lake Michigan. Tentu saja sebelum sampai ke danau yang luasnya bagaikan laut ini saya harus menyebrang sebuah jalan raya yang namanya juga Michigan Avenue dan sampailah saya di sebuah taman luas yang menjadi jantung kota Chicago yaitu Millenium Park.
Taman ini benar-benar menjadi jantung kota dan tempat yang nyaman bagipendudukkota Chicago maupun pengunjung dan wisatawan untuk bersantai sambil menikmati keindahan kota dan juga suasana. Dari sini, kita dapat melihat hamparan gedung-gedung pencakar langit di satu sisi dan kombinasi yang sempurna dari langit yang biru dan air danau yang luas.
Menurut kisah, taman ini dinamakan Millenium Park karena awalnya didisain untuk diresmikan bersamaan dengan berawalnyamillenniumketiga pada tahun 2000. Namun, pembangunan taman nini sempat molor dari jadwal dan baru diresmikan pada tahun 2004. Namun taman seluas hampir sepuluh hektar ini telah mampu mengubah sebagian wajah kawasan the loop menjadi lebih manusiawi.
Saya memasuki taman dan tertarik dengan sebuah tempat yang ramai dengan anak-anak dan orang dewasa yang sedang bermain air dengan riangnya. Mereka berbasah-basahan di air mancur yang timbul tenggelam sesuka hati di sebuah lapangan yang cukup luas. Di kedua sisinya terdapat layar elektronik besaryang selalu beganti gambarnya. Kadang-kadang wajah seoarng wanita tua, kadang-kadang wajah seorang lelaki muda dari berbagai bangsa dan etnik muncul di layar. Saya namakan taman ini taman seribu wajah walau bama resminya adalah Crown Fountain.
Di tepian taman terdapat kursi-kursi batu tempat kita dapat bersantai. Saya pun duduk di salah satu kursi batu dan mulai memperhatikan keadaan sekitar.Tiba-tiba saja seorang lelaki berkulit putih yang berumur hampir 60 tahunan mendekati orang-orang yang duduk di dekat saya. Lelaki tua ini memakai kaos yang tampak sedikit lusuh, bercelana panjang warna krem dan berkaca mata. Rambutnyatampak sebagian sudah memutih, namun tubuhnya cukup sehat dan dia tampaknya sedang meminta-minta kepada pengunjung taman ini.
Saya terus perhatikan gerakan lelaki ini yang berpindah-pindah tempat di sekeliling taman, sementara saya mengikutinya dari jarak yang cukup dekat.Kira-kita lima menit kemudian, masih di sekitar taman ini yang disebut Boeing Gallery, saya melihat tiga orang yang melihat penampilannya kemungkinan dari Indonesia atau Malaysia. Seorang ibu memakai jilbab dan dua orang anaknya yang berusia remaja.Dari kejauhan , saya melihat bahwa lelaki tua itu mendekati mereka dan saya pun memperhatikan kalau ibu tadi memberikan beberapa keping uang ke peminta-minta itu.
“Ibu koq kasih sih, khan dia bule?”, Demikian saya mendengar sang anak berkomentar .
“Yah kalau kita kebetulan lebih beruntung, tidak ada salahnya memberi karena tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah” jawab sang ibu sambil tersenyum.
Saya hanya mendengar dari jarak sekitar satu meter dari mereka dan asyiknya ini adalah percakapan dalam bahasa Indonesia pertama yang saya dengar sejak perjalanan sayadi Chicago.
Saya pun meninggalkan kelauarga Indonesia tadi sambil terus memperhatikan sang pengemis yang terus beredar di taman Millenium ini. Tentu saja saya pun berkeliling taman sambil menyaksikan tempat-tempat yang menarik seperti sebuah cermin yang bentuknya unik ini. Di cermin ini kita bisa kelihatan lebih kurus, gemuk, tinggi, sesuai dengan jarak dan bentuk cembung atau pun cekung bagian cermin raksasa ini. Cermin unik berbentuk bola gepeng yang berlubang ini disebut dengan nama Cloud Gate.
Sementara di pojok lain taman, terdapat sebuah bangungan dari logam yang bentuknya bagikan bunga mekar. Sedangkan di depannya terdapat lapangan dengan rumput hijau yang luas dan dinaungi oleh kerangkabaja bertulang yang dipenuhilampu-lampu sorot. Di tempat yang dinamakan Jay Pritzker Pavilion ini sering diadakan pertunjukan music dan konser dan juga menjadi markas Grant Park Symphony Orchestra.
Setelah puas menikmati suasana yang ramai dan melihat-lihat keindahan dan juga keunikan Millenium Park, saya pun berjalan lagi menyebrangi Michigan Avenue dan mlihat banyak hal yang membuat hidup ini lebih kaya makna. Selain tata kota yang bagus dan indah, kota Chicago juga dihiasi dengan beberapa pengemis yang unik.
Di salah satu pojok jalan, saya melihat seorang pengemis yang hanya duduk santai dengan sehelai karton bertuliskan “Homeless, and Jobless, need money to go to Europe”! Sebuah topi lusih berisi uang receh ada di dekat karton tersebut. Sayangnya saya tidak tega untuk mencuri foto pengemis ini. Ada-ada saja pengemis berambut pirang yang kelihatannya masih berumur duapuluhtahunan ini!
Pendek kata, penggalan kisah ini merupakan salah satu bagian perjalanan yang paling mengesankan di Chicago.