Mohon tunggu...
KOMENTAR
Foodie

Lengketnya Ambuyat Menambah Keakraban dan Kekeluargaan : Catatan Muhibah ke Brunei (3)

7 Februari 2012   06:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:58 1728 2

“Jangan bilang pernah ke Brunei kalau belum mencuba Ambuyat”. Ini diucapkan sobat saya orang Brunei ketika kami berkendara dalam kereta (mobil) dari Hotel saya di Gadong menuju daerah Kota Batu. Siang itu rencana “lunch” secara buffet diadakan di Brunei Handicraft Centre yang letaknya tidak jauh dari Bandar menuju arah Kota Batu.

Memasuki kawasan Brunei Art & Handicraft Centre yang terletak di tepi Sungai Brunei, tempat letak kereta atau tempat parkiran terlihat sangat sepi. Hanya ada beberapa kereta yang diparkir. Kami naik tangga menuju restoran yang terdapat di lantai dua. Disana sudah menunggu empat orang kolega yang lain. Setelah berkenalan sebentar , maka makan siang pun dimulai. Menunya bermacam-macam, baik internasional, Melayu, Cina, dan India.

Setelah selesai dengan menu utama , maka tibalah saatnya menikmati “Ambuyat”. Makanan khas yang hanya ada di Brunei dan juga konon merupakan makanan asli daerah kawasan Sabah dan Serawak. Di sebuah meja , ditata dengan rapi beberapa mangkuk yangterdiri dari mangkuk besar ambuyat dan bebrapa mangkuk kecil yang mungkin merupakan teman makan ambuyat.Mangkuk utama berisi yang ambuyat terlihat unik sekali, karena warnanya yang putih dan bentuknya yang lengket seperti lem.

Ambuyat terbuat dari sagu yang bahan dasarnya diambil dari bagian bawah batang pohon rumbia. Sagu ini kemudian dituangkan dengan air panas sehingga menjadi bahan yang sedikit kental dan lengket, berwarna putih mirip lem. Tentu saja rasanya mirip tajin yang lengket dan hambar alias tidak ada rasanya. Disarankan untuk menikmati ambuyat sewaktu masih agak hangat. Untuk memberikan rasa dan aroma, maka ambuyat selalu ditemani dengan bumbu atau semacam saus yang umumnya berasa asam yang disebut cacah.

Cacah yang paling utama adalah cacah cencalu yaitu berupa udang kecil yang telah difermentasi sehingga rasanyamenjadi asam. Namun ada juga cacah tempoyak yang bahan bakunya dari durian sebagaimana terdapat di daerah Sumatra.Selain itu ada juga cacah yang terbuat dari buah-buahan lkcal yang disebut pidada dan jugabinja. Ada beberapa macam cacah yang tersedia di meja dan saya mencoba semuanya sedikit-sedikit. Hasilnya rasa nano-nano yang asam, asin, dan juga sedikit pedas, termasuk adanya aroma durian dari cacah tempoyak. Rasa asam memang dominan, sementara rasa pedas kalu kita mau tambahkan sedikit sambal.

Untuk makan ambuyat kita harus menggunakan candas”. Demikian arahan rekan lain dari Brunei sambil memberi contoh cara menggunakan alat yang dari bambu yang bentuknya mirip sumpit ini. Bedanya kalau sumpit terdiri dari dua batang bamboo yang terpisah, maka candas tetap bersatu diujungnya sehingga mirp jepitan dari bambu. Alat bernama candas ini mungkin dibuat karena pada waktu itu tidak ada lat lain yang dipandang cocok untuk menikmati ambuyat sewaktu masih hangat.

Saya segera mengambil ambuyat dengan candas, kemudian menariknya keatas dan kemudian membuat gerakan memutar untuk memutuskan ambuyat tadi. Segera ambuyat dicocolkan dengan cacah yang ada di piring kecil lalu langsung ditelan begitu saja. Wah lumayan sedap dan asyik menikmati ambuyat ini.Makin lama saya makin ahli menggunakan candas dan tidak terasa sepinggan ambuyat yang disediakan pun habis dalam waktu sekejap saja.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun