Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Menentang Kolonialisme dan Feodalisme seperti Multatuli

3 Maret 2019   18:20 Diperbarui: 3 Maret 2019   19:03 512 1
Keadaan memaksa Saidjah bekerja di batavia dan berjanji akan menikahi adinda setelah pulang sehabis bekerja tiga tahun dan berjanji akan membeli dua ekor kerbau. Tapi naas, penantian Saidjah di bawah pohon ketapang yang merupakan tempat Adinda akan menunggu, kini pujaan hatinya tak kunjung datang. Adinda meninggal bersama ayah dan adik-adiknya di Riau akibat pemberontakan.

Kisah Saidjah dan Adinda merupakan gambaran Multatuli atas ketidak adilan yang setiap hari dirasakan dan dilihatnya.

Pertanyaan yang timbul ketika mengetahui sosok Multatuli dan kisahnya adalah pantaskah Multatuli atau Eduard Douwes Dekker dianggap pahlawan ? Entahlah, yang pasti dia merupakan pejabat Belanda yang di tugaskan pemerintah Belanda di Indonesia dan merupakan kolonialis.

Tetapi apa yang telah dilakukan Multatuli atas kecintaanya terhadap keadilan patut kita hargai bahkan banggakan. Kebesaran hatinya dan keteguhan juga kecintaanya terhadap keadilan merupakan wujud humanisme dan protes terhadap ketidakadilan.

Paling tidak, Multatuli menyampaikan pesannya kepada kita bahwa kekuasaan bukanlah segala-galanya, karena menghamba pada kekuasaan hanya akan menimbulkan tirani. Menjadi pemimpin adalah hal yang harus dilakukan, sebab mempin bukan berarti harus berkuasa, karena seorang pemimpin tidak pernah merasa berkuasa. Dengan demikian keadilan dari seorang pemimpin bisa diharapkan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun