Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Anggaran Negara dan Kedaulatan Rakyat

10 April 2012   07:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:48 954 0

Namun implementasinya dalam pemerintahan tidak selalu demikian. Hal tersebut setidaknya tercermin saat mencermati perdebatan dalam sidang paripurna BBM yang digelar 31/03/2012 dalam penetapan APBN-P 2012 yang begitu alot, ada pola tarik-ulur dan saling-sandera kepentingan yang terindikasi begitu kuat menyandera dewan yang terhormat. Dan jangan salahkan jika setiap orang kemudian menarik kesimpulan atas dinamika yang terbangun di senayan tersebut.

Dalam voting telah disepakati penambahan pasal 7 ayat 6a dalam UU APBN-P 2012 yang memberi kewenangan pemerintah menaikkan harga BBM dengan syarat harga minyak mentah Indonesia (ICP) mengalami kenaikan rata-rata 15 persen dari asumsi APBN-P 2012 dalam waktu enam bulan ke depan. Tak urung, keputusan sidang paripurna mengecewakan banyak pihak.

Dalam sistem penganggaran yang berlaku, penetapan APBN melalui persetujuan DPR. Dalam hal ini DPR merupakan sarana bagi penyaluran aspirasi masyarakat dan sekaligus juga penyaluran aspirasi dan tujuan dari Partai Politik. Sementara itu birokrat sebagai penyelenggara pemerintahan akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat secara efektif dan efisien sesuai amanat konstitusi.

Asumsi memandang suara rakyat terwakili oleh lembaga representasi yang telah ada. DPR memang mencerminkan representasi masyarakat warga pada tataran politik. Tetapi keberadaan DPR sebagai representasi politik tidak lantas menyisihkan pelibatan berbagai komponen masyarakat warga dan organisasi profesi dalam proses perencanaan.

Sebagai wakil rakyat, DPR seharusnya membangun koalisi yang solid dengan rakyat, bukan terjebak dalam koalisi pragmatis dengan pemerintah yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Suara rakyat sudah sangat lantang, tegas dan jelas bahwa kenaikan harga BBM harus ditolak. Aksi rakyat di depan gedung DPR dan di seluruh penjuru Tanah Air adalah cermin kehendak mayoritas rakyat Indonesia.

Namun dalam perjalanannya, disadari bahwa Demokrasi Perwakilan melalui DPR dalam bidang penganggaran dirasa tidak cukup, melainkan harus dilengkapi dengan model Demokrasi Partisipatoris. Hal ini bisa berarti di mana semua warganegara harus melatih diri untuk menjadi warganegara yang berpartisipasi optimal dalam kehidupan politik dan pemerintahan. Partisipasi juga dimaksudkan untuk menutupi beban ketidakmampuan pemerintah, diarahkan untuk suatu proses efesiensi usaha, atau untuk maksud-maksud lain yang memang ditujukan untuk memperkuat posisi masyarakat.

Pada tataran realitas terlihat proses penyusunan APBN rakyat hanya dilibatkan padaacara formal seremonial belaka. Masyarakat hanya “dilibatkan” pada tingkat penyerapan aspirasi, sementara pada tingkat Pengesahan RAPBN rakyat sama sekali tidak dilibatkan. Ini tentu saja mencederai gagasan partisipatoris itu sendiri, di mana awalnya disepakati bahwa partisipasi masyarakat tidak bisa hanya di akhir, melalinkan sejak awal, begitu pula sebaliknya. Masyarakat harus diberikan kesempatan yang luas sejak rencana penganggaran disusun hingga disahkannya pada rapat pengesahan RAPBN dalam paripurna DPR.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun