Guru sastra sering dituding sebagai penyebab hampanya atmosfir pengajaran sastra. Meskipun tidak bagi seluruh guru, tudingan itu ada benarnya. Tak bisa dipungkiri, ada guru sastra yang tidak berpotensi mengajarkan sastra, karena tidak berminat pada sastra, sehingga untuk sekadar memenuhi tuntutan kurikulum terpaksa
kawin paksa dengan sastra. Begitu pula dengan guru sastra yang hanya mengajarkan
takhayul sastra, menyebut judul dan pengarang tetapi tidak pernah membaca bukunya. Namun, pernyataan yang menuding bahwa hanya guru sastra penyebab "sakit" bahkan "kegagalan" pengajaran sastra, sama sekali tidak bisa diterima.
KEMBALI KE ARTIKEL