Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Cerai Gugat Kian Menggejala, Bagaimana Bisa?

10 Oktober 2023   12:07 Diperbarui: 10 Oktober 2023   12:23 62 0
Kasus perceraian di Indonesia terbilang tinggi dan angkanya terus merangkak naik. Setidaknya ada sekitar 516 ribu pasangan yang bercerai setiap tahun. Sementara itu, di sisi lain, angka pernikahan justru mengalami penurunan. Prof.  Dr. Kamaruddin Amin selaku Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama
menjelaskan, jumlah perceraian terbilang fantastis (republika.co.id, 22-09-2023).

Di salah satu daerah di Indonesia,  yakni Kabupaten Karawang, sebanyak 2.356 istri telah menggugat cerai suaminya dalam kurun waktu Januari hingga akhir Agustus 2023. Juru bicara Pengadilan Agama Kelas 1 Karawang, Hakim Asep Syuyuti, mengungkapkan bahwa kasus perceraian  ini semakin meningkat, dengan salah satu faktornya adalah kecanduan judi online.

Dalam kurun waktu tersebut, tercatat 3.070 perkara perceraian, dengan rincian 714 perkara cerai talak perceraian yang diajukan oleh suami (cerai talak) dan 2.356 perkara cerai gugat. Angka cerai gugat sendiri meningkat tiga kali lipat jika dibandingkan dengan  tahun sebelumnya (pikiran rakyat.com, 20-09-2023).


Terus Meningkat, Bagaimana Bisa?

Kasus perceraian dengan angka yang terus meningkat ini semestinya bisa dijadikan bahan renungan. Mengapa kasusnya begitu mencengangkan? Bahkan, terkait cerai gugat  mengapa kian menggejala?

Ternyata, dari faktor yang ada masalah ekonomi yang sulit menjadi pemicu tertinggi terjadinya kasus perceraian. Akibatnya pendapatan menurun, hingga terjadinya PHK oleh sejumlah perusahaan.

Tekanan ekonomi yang sulit inilah yang akhirnya memercikkan ketegangan dalam rumah tangga, cekcok hingga KDRT pun akhirnya terjadi. Hingga akhirnya sebagian orang berfikir bahwa bercerai adalah solusi terakhir.

Sejatinya, guncangan yang muncul pada institusi pernikahan ini tidak lepas dari jeratan sistem rusak yang bernama Kapitalisme yang diemban oleh masyarakat dan negara hari ini. Sistem ini melahirkan pola pikir yang mendudukan perempuan sebagai kaum tertindas. Hingga akhirnya ide feminisme  hadir dan digaungkan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.

Padahal, permasalahan ekonomi yang muncul ini adalah buah penerapan sistem ekonomi kapitalis. Penggiat feminis hanya sibuk mempersoalkan ketimpangan gender yang ada pada dunia kerja. Padahal, problemnya adalah sistem ekonomi kapitalisme lah yang membuat kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Kepemilikan umum justru dimiliki oleh segelintir orang, hingga berdampak pada kemiskinan yang semakin akut, institusi keluarga pun terkena imbasnya.

Kaum ibu akhirnya harus berfikir keras bagaimana agar dapur tetap mengepul di situasi yang serba sulit. Tak sedikit pula yang akhirnya harus keluar dari rumahnya untuk membantu sang suami mencari nafkah. Tempat kerja yang tidak kondusif dan sistem pergaulan yang jauh dari Islam pada akhirnya memberikan godaan yang akan menambah rapuhnya rumah tangga. Gaya hidup konsumerisme semakin menggejala, pemahaman antara keinginan dan kebutuhan bergeser hingga perselingkuhan banyak terjadi.



Pandangan Islam
Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna telah membentuk institusi rumah tangga sebagai bagian dari syariat. Terdapat sejumlah hukum yang telah digariskan agar senantiasa dalam rida-Nya.

Allah telah membebankan kewajiban sebagai seorang pemimpin (qawwam) hanya pada pundak suami. Sedangkan istri sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (Ummu wa rabbatul bayt).

Masing-masing dari keduanya, laki-laki dan perempuan (suami istri)  wajib memahami amanah yang telah Allah bebankan pada pundak masing-masing. Jika salah satu atau keduanya lalai dari kewajiban ini berarti telah melakukan pelanggaran terhadap hukum syarak.

Di sisi lain, negara mempunyai peranan yang begitu besar. Negara akan memberikan edukasi guna menyiapkan warganya siap untuk memasuki jenjang pernikahan. Berbagai ilmu akan diajarkan terkait aspek rumah tangga seperti terkait nafkah, pengasuhan, ekonomi, pergaulan, pemenuhan gizi dan sebagainya. Alhasil, setiap warga yang hendak menikah sudah mempunyai bekal ilmu yang cukup.

Dari sisi ekonomi negara juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam. Salah satunya adalah dengan mengelola sendiri kepemilikan umum seperti air, tambang, hutan dan sebagainya untuk kepentingan rakyat.  Negara juga akan membuka lapangan pekerjaan yang memadai yang akan memudahkan para suami, ayah dan kepala keluarga untuk bisa menafkahi keluarga.

Selain itu sistem pergaulan, pendidikan hingga politik akan didasarkan pada Islam. Sebab, masalah yang terjadi hari ini adalah masalah yang kompleks, yang saling berkesinambungan. Dengan penerapan Islam secara menyeluruh oleh institusi negara yang bernama khilafah akan menghindarkan institusi keluarga sebagai awal terbentuknya peradaban dari guncangan.


Wallahu a'lam bisshowab

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun