Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Ekspor Pasir Laut, Untung Apa Buntung?

11 Juni 2023   21:26 Diperbarui: 11 Juni 2023   21:34 99 1

Peraturan Presiden Nomer 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut, yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo menuai banjir kritik. Bagaimana tidak, setelah dua puluh tahun adanya larangan terkait ekspor pasir, kini justru kembali diberikan izin.

Alasan yang diberikan, sebab pasti laut ini dianggap dapat menjaga alur pelayaran. Selain itu, pemberian juga pengawasan akan penambangan pasir laut dinilai akan menjaga keamanan dari penambang ilegal, ditambah nilai ekonomi yang dihasilkan dari sedimentasi laut.


Menimbulkan Kerusakan
Penjelasan yang diberikan pemerintah menimbulkan keraguan di tengah banyak kalangan. Sebab, sudah terbukti pertambangan pasir justru merusak alam. Penambangan pasir besar-besaran akan menyebabkan abrasi yang akan menenggelamkan pulau.  

Hal ini pernah terjadi pada Pulau Nipa, Batam yang hilang tenggelam karena aktivitas penambangan, guna  pasirnya diekspor ke Singapura. Padahal, sejatinya pulau ini adalah penanda perbatasan antara kedua negara.

Selain itu, penambangan pasir yang massif juga akan menggangu ekosistem, mengancam biota laut, populasi ikan berkurang, bahkan terancam punah. Kerusakan lingkungan ini juga akan berdampak pada mata pencaharian masyarakat setempat sebagai nelayan kecil.


Kepentingan untuk Oligarki 
Dampak negatif dari penambangan pasir laut ini nyatanya jauh lebih besar ketimbang dampak positifnya. Sudah semestinya pemerintah menghentikan kebijakan ini.

Larangan yang pernah dikeluarkan saja tidak bisa menghentikan praktik penambangan ilegal. Lebih-lebih lagi jika pemerintah justru melegalkan aktivitas ini. Yang ada mereka justru dengan bebas sesuka hatinya mengeruk pasir laut. Jika begitu adanya negara untung apa justru buntung?

Memang benar, aktivitas penambangan pasir laut ini akan memberi keuntungan dengan menambah pemasukan negara. Namun, yang paling diuntungkan dalam hal ini sejatinya adalah para oligarki. Mereka menjual pasir laut ini ke negara yang membutuhkan dengan aktivitas penambangan pasir besar-besaran. Para oligarki ini ialah perusahaan besar yang dianggap menunggangi kebijakan  yang ditelurkan penguasa ini.

Pusaran Kapitalisme
Kebijakan yang ditelurkan pemerintah terbukti telah menggambarkan bahwa negara lebih mengutamakan aspek ekonomi dibanding dampak kerusakan yang terjadi. Asalkan menghasilkan keuntungan materi, negara akan dengan mudah menjualnya.

Hal ini menunjukan bahwa negara berada dalam pusaran ideologi Kapitalisme. Sebuah ideologi yang memandang segala sesuatu dari skala manfaat dan materi.

Ideologi Kapitalisme ini memiliki asas sekularisme, yakni pemisahan antara agama dengan kehidupan. Dengannya, para oligarki/ pengusaha diperbolehkan mengeruk Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Setiap orang bebas memiliki harta, meskipun itu adalah harta milik umum.

Peran negara dalam sistem ini hanya menjadi regulator, yakni membuat kebijakan yang menguntungkan pihak tertentu (oligarki/pengusaha). Negara tidak akan mengindahkan kerusakan lingkungan yang terjadi, juga nasib masyarakat kecil. Fokusnya hanyalah pada keuntungan materi yang di dapatkan. Padahal faktanya bukan untung yang didapatkan, justru buntung dengan kerusakan yang terjadi.

Kepemilikan Umum Wajib Dilindungi
Dalam Islam, pasir laut merupakan SDA yang termasuk dalam kepemilikan umum (milkiyah 'ammah). Tambang yang ada di dalamnya bermanfaat bagi keberlangsungan ekosistem yang ada di laut, sekaligus dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Karenanya, semua rakyat boleh memanfaatkannya, tanpa terkecuali. Pemberian izin oleh pemerintah bagi penambang sama artinya menghalangi hak warga untuk dapat memanfaatkan kepemilikan umum.

Rasulullah Saw. bersabda:
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Rasulullah Saw. pernah memberikan larangan kepada sahabat yang mengelola tambang garam untuk pribadi. Sebab, tambah tersebut ternyata bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Inilah yang menjadi landasan haramnya SDA jatuh ke tangan swasta.

Islam tidak akan membiarkan hal-hal yang membuat rusaknya lingkungan, juga menyengsarakan rakyat. Selain itu, Islam tidak akan membiarkan para oligarki menyetir kebijakan penguasa. Hak membuat hukum adalah prerogatif Allah SWT, bukan manusia. Semua akan disesuaikan dengan sandaran syariah, dan tujuan mencapai rida Allah semata. Semua ini hanya bisa diterapkan dalam sebuah institusi negara yang menerapkan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah.


Wallahu a'lam bisshowab

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun