Jambi -- Sejak diluncurkan Januari 2024 dan diterapkannya sistem Pengelolaan Kinerja di Platform Meerdeka Mengajar (PMM), saat ini, banyak guru yang merasa terbebani dengan diterapkannya sistem tersebut. Baik bagi Guru PNS maupun PPPK yang harus segera adaptasi dengan sistem ini agar karier mereka tidak terhambat. DiKarenakan Pengelolaan Kinerja di PMM ini terintegrasi dengan e-kinerja yang dikelola Badan Kepegawaian Negara (BKN). Namun, seiring berjalannya waktu, pengelolaan kinerja di PMM ini masih banyak mengalami permasalahan, mulai dari kesulitan akses, data yang tidak sesuai, hingga kendala teknis lainnya. Di antaranya, guru kesulitan mengakses aplikasi, adanya data guru yang tidak sesuai, dan yang lebih parahnya belum bisa memasukkan akun kepala sekolah yang statusnya Plt, sehingga Rencana Kinerja guru tidak bisa disetuji oleh kepala sekolah yang plt. Belum lagi jika salah pilih rencana yang tak bisa dihapus. Beberapa kendala tersebut menurut kebanyakan guru membuat mereka gundah gulana, tidur tidak nyenyak dan makan pun tak enak karena kepikiran terus dengan PMM-nya.
Kemendikbudristek seharusnya telah memastikan bahwa sistem ini berjalan lancar tanpa kendala, sebelum benar-benar diterapkan atau diluncurkan, namun nyatanya masih banyak guru yang mengalami kesulitan. Kendala tersebut harus segera ditangani dengan baik agar guru dapat fokus pada tugas pokoknya, yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas bukan berurusan dengan aplikasi yang justru dapat menganggu proses belajar-mengajar.
Meningkatkan Kompetensi Dan Kualitas PendidikanÂ
Sejatinya Sistem Pengelolaan Kinerja di PMM sebenarnya memiliki tujuan yang baik, yaitu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran melalui 3 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Dimana selama ini Guru hanya berfokus pada aspek Penilaian, dan sekarang Guru juga harus fokus pada aspek praktik kinerja dan perilaku, serta mengembangkan kompetensi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dalam melaksanakan ketiga tahapan tersebut guru harus mengacu pada nilai yang kurang di Rapor Pendidikan. Dengan kata lain, sistem Pengelolaan Kinerja ini juga dipakai untuk memperbaiki Rapor Pendidikan di satuan pendidikan masing-masing.
Dalam Rapaor Pendidikan sudah ditetapkan pada bagian mana yang harus menjadi fokus perbaikan pada satuan pendidikan masing-masing. Dimana perbaikan kualitas pendidikan harus berorientasi pada praktik pembelajaran yang berkualitas, berpihak pada murid dan mengembirakan didalam kelas. Â Misal pada tahap perencanaan, guru bisa berfokus pada salah satu indikator yang musti ditingkatkan sesuai dengan yang direkomendasikan pada Rapor Pendidikan. Kemudian pada tahap Pelaksanaan, Kepala Sekolah melakukan Observasi dikelas terhadap rencana yang telah dibuat oleh guru. Selanjutnya pada tahap Penilaian, Kepala Sekolah dapat memberikan nilai dan membuat rangkuman kinerja guru, sehingga pada akhirnya rangkuman penilaian itu akan menentukan predikat kinerja guru yang terintegrasi dengan e-kinerja di BKN.
Jika semua tahapan dijalankan dengan baik, maka bukan tidak mungkin peningkatan kualitas pendidikan untuk memenuhi indikator yang direkomendasikan oleh rapor pendidikan tercapai. Dengan kata lain Aplikasi PMM dengan pengelolaan kinerja ini tidak ubahnya seperti PTK (Penelitian Tindakan Kelas) pada jaman dahulu. Dimana guru dapat menganalisis dan melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran untuk mencapai target yang diinginkan. Perbedaannya hanya terletak pada indikator yang harus ditingkatkan. Jika dahulu guru bebas memilih pada bagian mana dari indikator yang harus menjadi fokus untuk ditingkatkan, sekarang indikatornya sudah ditentukan melalui rapor pendidikan.
Â
Miskonsepsi RHK di Pengelolaan Kinerja
Saat ini terdapat miskonsepsi terkait dengan pengembangan kompetensi, banyak guru yang berfokus pada mencapai poin tertentu dengan mendapatkan sertifikat. Dimana dalam penyusanan Rencana Hasil Kerja (RHK) terdapat poin minimal yang harus dipenuhi guru yaitu 32 poin. Sehingga banyak guru yang salah tafsir, dimana guru harus mengejar poin minimal tersebut segera mungkin. Hal ini menyebabkan banyak guru ikut webinar hanya untuk mendapatkan sertifikat tanpa benar-benar meningkatkan kompetensi pedagogisnya. Yang terjadi di lapangan, banyak guru yang memilih RHK menjadi peserta webinar, diklat online, dan sebagainya. Sehingga bisa dilihat di sekolah-sekolah pada saat jam mengajar, guru serius memandangi laptop atau gadgetnya untuk menyimak webinar atau sekedar mengikuti pelatihan dengan mengabaikan kewajiban menjalankan proses pembelajaran. Hal ini dilakukan karena guru sibuk berburu sertifikat sebagai bukti dukung di RHK.
Secara harfiahnya, sangat bagus jika guru mengikuti webinar atau pelatihan baik daring maupun luring, karena ini membuktikan bahwa guru itu pembelajar sepanjang hayat. Dengan mengikuti kegiatan tersebut diharapkan guru dapat meningkatkan kemampuan Pedagogisnya. Namun kenyataan yang terjadi tidak demikian, sayangnya guru justru mengikuti kegiatan tersebut hanya untuk tujuan yang bersifat pragmatis belaka. Dimana sertifikat webinar dan pelatihan tersebut yang mereka kejar, untuk memenuhi target poin yang sudah mereka tetapkan di RHK. Dimana sertifikat tersebut yang akan mereka upload sebagai bukti di e-kinerja PMM.
Kemendikbudristek seharusnya perlu memastikan bahwa guru benar-benar mengikuti pelatihan mandiri dengan sungguh-sungguh, bukan hanya untuk mendapatkan sertifikat tanpa pengembangan kompetensi yang sesungguhnya. Di PMM sebenarnya juga telah disediakan Fitur Pelatihan Mandiri yang bisa dimanfaatkan dengan baik oleh guru agar kualitas pembelajaran di kelas dapat meningkat.
Kesimpulannya, Kemendikbudristek harus segera menyelesaikan kendala yang terjadi dalam sistem Pengelolaan Kinerja di PMM agar guru dapat fokus pada tugas utamanya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Guru juga diharapkan perlu menjaga integritasnya dan memanfaatkan fitur Pelatihan Mandiri dengan baik untuk meningkatkan kompetensi pedagogisnya.