Untunglah tidak ada yang mencurigakan dengan pengangkatan JA "tidak tahu juga nanti", tapi yang jelas pengangkatan Jaksa Agung tidak begitu mendapat resistensi yang kuat dari masyarakat, termasuk saya hanya bertanya-tanya, ada apa dengan Pak Jokowi yang tidak biasanya meninggalkan KPK dan PPATK dalam memilih pembantunya. Berbagai argumen dikemukakan oleh yang setuju dengan tidak melibatkan KPK. yang katanya hak prerogratif-lah, yang katanya sama-sama penegak hukum masak seolah-olah lebih rendah dibanding KPK, dan lain-lain. Argumen dikemukakan dengan bahasa politik tingkat "dewa", sampai saking nggak pahamnya bisa mumet. Rupanya bagi yang setuju KPK tidak usah terlibat lebih jauh untuk urusan cari pembantu Presiden nampaknya cukup keenakan sehingga nampaknya metode yang sejenis di coba lagi untuk cari pembantu yang lain yakni Kapolri.
Bahkan klo yang ini bantalannya lebih kuat, yang pertama pakai rekomendasi dari Kompolnas. Yang jadi keheranan saya, mestinya kan Kompolnas bisa pakai jasa KPK dan PPATK untuk menelusuri rekam jejaknya para Calon, mestinya malu juga sama Pak Jokowi yang sudah capek-capek kerjasama dengan KPK untuk memilih pembantunya. Sampai akhirnya sampailah disodorkannya BG sebagai calon tunggal ke DPR. Keheranan selanjutnya adalah fraksi di DPR dengan senang hati menerimanya (ada satu yang tidak).
Ketika publik melihat ada yang tidak semestinya, dengan sigap KPK men-tersangka-kan BG sebelum dilakukan fit and proper. Tekanan yang kuat dari kelompok pendukung di sekitar Jokowi nampaknya sangat disadari oleh KPK dan dibelakangnya nampaknya ada juga PPATK. Dengan merujuk, bahwa dalam berbagai kesempatan KPK selalu memberikan penilaian yang positif terhadap integritas Jokowi. Sehingga kali ini KPK dengan langkah yang sangat cepat segera bertindak. bahkan dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan akan segera menindaklanjuti dengan memasukkan ke dalam tahanan. Menurut pemikiran saya KPK telah menjaga Presiden Jokowi dengan baik.
Salam