Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Hari Ibu Merendahkan Wanita, Mengapa?

23 Desember 2012   01:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:10 635 3

Begitu bersemangatnya kita memperingati Hari ibu, maka setiap tanggal 22 Desember kita semua selalu memeriahkan hari tersebut dengan nuansa ke-ibuan secara total. Terkadang, penghormatan ini menjadi “kecemburuan” bagi kaum bapa. Mungkin kita pernah mendengar kelakar, mengapa jika ada hari ibu, kok tidak ada hari bapak ?

Tidak sependapat dengan Hari Ibu

Jika kita mau sedikit berfikir secara realistis, menurut saya ada yang keliru dalam pencanangan Hari Ibu yang telah di tentukan tersebut. JUSTRU SEMESTINYA HARI IBU HARUS DIHAPUSKAN DARI AGENDA PERINGATAN, MELAINKAN DIGANTI DENGAN HARI BAPAK, mengapa hal ini harus dilakukan ?

  1. Jika jasa seorang ibu dipandang jasanya sangat luar biasa dalam kehidupan manusia, mestinya peringatan dan penghargaan itu dilakukan sepanjang tahun, sepanjang hari, sepanjang nafas dan tidak hanya setahun sekali yang diwujudkan secara seremonial-seremonial semu.
  2. Tanggal 22 desember / tanggal tertentu tersebut semestinya digunakan sebagai hari bapak. Hal ini perlu dilakukan karena dipandang “jasa ayah sedikit di bawah jasa seorang ibu”. Tidak ada salahnya jika kita memperingati dalam satu tahun sekali untuk mengenang jasa-jasa ayah.

Itulah 2 alasan mengapa Hari Ibu yang diperingati setahun sekali kurang tepat menurut saya. Memang 2 orang tersebut (Ibu dan Ayah kita) merupakan orang yang sangat berjasa dalam kehidupan kita.

Apakah penghargaan kepada ke-2 orang tua kita sudah semestinya ?

Jawaban saya belum. Mengapa ? Kita tengok sebentar dalam kehidupan kita masing-masing. Terkadang kita lebih menghormati orang lain (walaupun tidak semua) yaitu bos kita, pimpinan kita atau atasan kita. Bahkan setiap ketemu kita selalu berjabat tangan dan cium tangan. Padahal kita setiap hari ketemu dengan mereka-mereka.

Apakah hal itu sudah kita lakukan dengan ke-2 orang tua kita (terutama bagi kita yang selalu hidup berdekatan dengan orang tua kita).

Ibarat pepatah semut diseberang lautan nampak, gajah dipelupuk mata tidak nampak. Pepatah ini rupanya benar adanya jika kita hubungkan dengan hal itu. Tanpa munafik bagi kita yang mencintai duniawi, terkadang kita lebih menghormati orang lain daripada ke-2 orang tua khususnya ibu-ibu kita.

Begitu juga dengan pepatah SURGA DI BAWAH TELAPAK KAKI IBU. Jelas-jelas di sini sudah tersirat bahwa kita untuk memberikan suatu penghormatan yang lebih kepada ibu, jika kita ingin meraih yang lebih baik. Dan penghormatan itu tidak hanya diwujudkan dengan ucapan / seremonial semu yang dilakukan setahun sekali dan sudah semestinya hal itu dilakukan sepanjang nafas kita. Tetapi mengapa hal itu terbalik ?

Bagi kita yang selalu dekat dengan ke-2 orang kita, apa yang sudah kita perbuat untuk beliau-beliau. Bahkan dimungkinkan karena kita selalu dekat inilah terkadang timbul gesekan-gesekan walaupun kecil. Begitu juga bagi kita yang selalu jauh dengan orang tua, apa yang sudah kita perbuat untuk beliau berdua ? Bagi kita yang selalu hidup berjauhan dengan orang tua karena jarak, terkadang pada saat kita bertemu banyak mencurahkan rasa kangen kita, mencurahkan bentuk bakti kita kepada ke-2 orang tua kita. Tetapi itu semua adalah hal yang “lumprah”. Yang tidak luar biasa bagaimana ? Saya yakin jawabannya sudah ada di dalam hati kita masing-masing.

Bukan karena saya sebagai kaum bapa, saya lebih menghargai semuanya jika hari ibu diganti dengan hari bapak / ayah sebagai wujud pengingat dan penghargaan kita sebagai ayah yang kita lakukan setahun sekali dan lebih membuang semua ucapan dan seremonial semu untuk selalu memberikan penghargaan kepada ibu sepanjang tahun, bulan, minggu, hari dan setiap tarikan nafas kita.

Saya tidak melakukan seremonial khusus pada setiap hari ibu karena saya menolak itu, sebab saya berkeyakikan saya harus menghormati ibu saya secara khusus dan para ibu semuanya setiap tarikan nasfasku. Bagaimana pendapat saudara ?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun