Para politikus dari pusat sampai daerah (capres, caleg, cagub, cabup sampai calon kades), anda salah besar kalau masih menganggap rakyat bodoh, bisa dibohongi dan suaranya bisa dibeli dengan uang.
Jika anda menghambur-hambur uang untuk kampanye dan pencitraan di berbagai media, anda keliru. Kalau anda membagi-bagikan uang atau barang untuk membeli suara rakyat, anda akan kecewa. Bisa-bisa anda keluar banyak uang, tapi gagal total dalam pemilu.
Menjelang Pemilu 2014, kita disuguhi beragam manuver para politikus dengan gaya masing-masing.
Dari pernyataan-pernyataan mereka di berbagai media, sepertinya mereka berpikir, rakyat akan percaya denga manuver-manuver politik mereka, rakyat bisa dibodohi dengan beragam pernyataan mereka dan rakyat akan tertarik dengan beragam cara pencitraan diri mereka.
Mereka Keliru!
Rakyat cepat belajar dan sudah semakin melek politik. Rakyat sudah banyak belajar dari beragam peristiwa politik yang terjadi di sekitar mereka. Mereka bisa menilai dan membedakan mana pemimpin yang benar-benar peduli kepada nasib mereka dan mana pemimpin yang hanya peduli pada dirinya, keluarga dan kroninya.
Atau para politikus itu sedang pamer kepiawaian berpolitik, berpolemik dan adu argumen dengan lawan politiknya di media masa? Agar rakyat percaya bahwa mereka politikus ulung dan berpengalaman. Atau mungkin mereka sedang pamer kekuatan bahwa jaringan merekabesar dan mesin politik mereka bekerja.
Untuk apa mereka melakukan semua tindakan seperti itu?
Tentu saja untuk menarik simpati rakyat yang diharapkan akan memilih mereka di Pemilu 2014 nanti dan di pilkada.
Pertanyaannya, benarkah rakyat simpati dengan segala macam pernyataan, pencitraan dan manuver politik mereka? Sebagian calon pemilih yang belum faham dunia politik, mungkin akan bersimpati. Tapi sebagian besar calon pemilih yang cerdas dan melek politik, tak akan terpedaya dengan segala tipu muslihat dan kebohongan mereka.
Kalau memang rakyat sudah melek politik dan gak bisa dibohongi dengan manuver para politikus mana buktinya?
Jokowi (gubernur DKI Jakarta) yang sekarang digadang-gadang jadi capres, salah satu buktinya. Popularitasnya terus naik walaupun diserang oleh lawan-lawan politiknya dari berbagai sisi. Gaya blusukannya mampu menarik simpati rakyat, menggusur gaya pencitraan para politisi lain yang sebelumnya cukup berhasil manarik simpati rakyat.
Bagaimana jika para politisi main uang (money politik) dengan memberikan uang atau barang? Para calon pemilih akan menerima uang pemberian itu dengan senang hati. Tapi, soal pilihan, belum tentu mereka akan memilih capres/caleg yang memberi uang. Bisa jadi, mereka akan memilih orang lain yang dimata mereka mampu menjadi pemimpin atau wakil mereka.
Saya akan mengambil contoh yang paling dekat saja, pemilihan kepada desa (pilkades) di desa saya. Biasanya para calon kades sebelum atau pada saat kampanye, suka bagi-bagi uang atau barang (kaos, baju, kerudung dll). Ada juga calon kepala desa yang gerilya membagi-bagikan uang dini hari di hari pemilihan, dikenal dengan istilah “serangan fajar”.
Apa tanggapan masyarakat desa soal bagi-bagi uang dan barang itu?
Mereka bilang begini, “Klo ada yang ngasih duit, ya terima aja. Soal nanti milih siapa, ya terserah kita. Ini kan rahasia, gak ada yang tahu kita milih siapa.” Pernyataan yang sekilas tampak lugu, tapi sebenarnya cerdas. Mereka gak lagi mau dibeli dengan uang. Uangnya mereka terima, soal milihnya belum tentu kepada yang memberi uang.
Saya hanya ingin mengingatkan kepada para politisi dari pusat sampai daerah, tinggalkan cara-cara lama untuk menarik simpati rakyat. Karena jika anda tetap menggunakan cara-cara itu, anda akan kecewa. Sekarang saatnya menarik simpati rakyat dengan menunjukan kerja dan karya nyata.
Tapi jika anda masih tetap akan menggunakan cara-cara lama, siap-siap saja untuk kecewa. Karena rakyat sudah semakin cerdas.