Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Peran Media Sosial Dalam Membentuk Opini Publik

21 Januari 2025   21:32 Diperbarui: 21 Januari 2025   21:32 50 0
Peran media sosial dalam membentuk opini publik
Penulis : Tarischa Azzahra Putranto

 
Siapa diri   kita   sebenarnya?   Dan   apa tujuan hidup kita? Sudahkah bermanfaat bagi orang
lain?   Apakah   pernah   terlintas   di   benak   anda   pertanyaan   tersebut?   Jika   pertanyaan-
pertanyaan tersebut terlintas di benak anda, artinya anda mengalami krisis identitas. Krisis
identitas   tidak   hanya   di   alami   pada  fase   remaja,  hingga   fase   lansia  pun   juga   dapat
mengalami krisis identitas.  Namun, krisis identitas pada fase remaja yang lebih sering kita
jumpai.  Remaja  mengalami   krisis  identitas  karena   memiliki  masalah  dengan   kemampuan
nya mengendalikan emosi, bermasalah menempatkan diri dengan teman sebayanya, tidak
percaya  diri   dengan     penampilannya,   tidak   mendapat   figur   yang   tepat   untuk   mencapai
identitas diri yang baik. Saat remaja mengalami krisis identitas, perilaku yang di cerminkan
dapat mengacu pada tindakan-tindakan negatif.
Berita yang dilansir dari Tribunnews pada 26 november 2018, remaja perempuan mengaku
konsumsi narkoba karena terpengaruh teman. Gadis 19 tahun asal perumahan Bumi Sedati
Indah,   Desa  Pepe,   Kecamatan  Sedati,  Sidoarjo,    diringkus  polisi   usai  berpesta  sabu  di
Kavling  Pepe  Indah,  Desa  Pepe,  Sedati,  Sidoarjo.  Setelah  di  gelandang  polisi,  gadis  itu
mengaku gemar mengkonsumsi sabu karena di ajak teman-temannya, terutama pacarnya.
"ikut-ikutan aja, karena di ajak". Jawab remaja putri tersebut di sela menjalani pemeriksaan
di Polsek Sedati.
Fenomena  ini   menunjukan  remaja   mudah  dipengaruhi   temannya.  Suharto,   Mulyana,  &
Nurwati (2018) Masa remaja merupakan tahap pencarian identitas, karena merupakan tahap
peralihan   dari   masa   kanak-kanak   menuju   masa   dewasa.   Pada   masa   remaja   seorang
individu  tidak  lagi  tergantung  kepada  orang  tuanya.   Remaja   sudah   mulai   berhubungan
dengan   lingkungan   sosialnya   khususnya   teman   sebaya.   Orang   tua   ikut   serta   dalam
pembentukan   identitas   diri   seorang   remaja,   dikarenakan   kehadiran   orang   tua   dapat
membantu   remaja   membentuk   identitas  remaja  secara  positif.  Akan  tetapi  ada  kalanya
orang tua   tidak dapat   hadir dalam   kehidupan remaja,  salah  satunya   harus  bekerja   diluar
negeri dalam jangka waktu yang lama. Dengan demikian identitas remaja lebih banyak diisi
oleh teman   sebayanya.  Hasil  assessment menunjukkan   bahwa remaja   yang tidak   diasuh
oleh kedua orang tuanya cenderung mempunyai identitas yang negatif. Hal ini dikarenakan
pengaruh   teman   sebaya   yang   besar.   Dengan   demikian   diperlukan  treatment  untuk
membantu   remaja   membentuk   identitas   dirinya   serta   mengurangi   pengaruh  negatif   dari
lingkungan  sosial.  Treatment bisa   di  lakukan  dengan  memberikan  pengarahan   oleh  guru
bimbingan konseling (BK).
Patricia H. Miller (2011) menjelaskan dalam teori Erikson, sejak lahir hingga lansia di dalam
diri kita mempunyai rasa tanya "who am i", siapa saya? Hingga dewasa atau lansia pun kita
bisa   mengalami   krisis   identitas.   Menurut   Erikson,   tema   utama   kehidupan   kita   adalah
pencarian   identitas.  Identitas  adalah  pemahaman  dan  penerimaan  diri   terhadap  diri  dan
masyarakat.  Pada  buku erikson yang berjudul  psychobiagraphis  berisi tentang  bagaimana
seseorang   menunjukan   jati  dirinya  di  tengah-tengah  lingkungan  sosial.   Erikson  percaya
pada ilustrasi Hitler bahwa pentingnya mengetahui seperti apa jati diri kita, dan seperti apa
karakter positif yang kita miliki.  Erikson   menjelaskan  emerging adulthood  seseorang  tidak
hanya  dilihat dari usia. Seseorang yang berumur sekitar 20 tahun bisa dikatakan dewasa
secara umur. Namun, belum tentu dewasa secara sikap dan perilaku.
Ketika  seseorang   berada  pada   fase  remaja   dan  mengalami  krisis   identitas,  orang   tua
ataupun   guru   BK  dapat  memberikan  pengarahan  terhadap  anak.   Sehingga  anak  dapat
memahami identitas dirinya / jati dirinya.
Siapa diri   kita   sebenarnya?   Dan   apa tujuan hidup kita? Sudahkah bermanfaat bagi orang
lain?   Apakah   pernah   terlintas   di   benak   anda   pertanyaan   tersebut?   Jika   pertanyaan-
pertanyaan tersebut terlintas di benak anda, artinya anda mengalami krisis identitas. Krisis
identitas   tidak   hanya   di   alami   pada  fase   remaja,  hingga   fase   lansia  pun   juga   dapat
mengalami krisis identitas.  Namun, krisis identitas pada fase remaja yang lebih sering kita
jumpai.  Remaja  mengalami   krisis  identitas  karena   memiliki  masalah  dengan   kemampuan
nya mengendalikan emosi, bermasalah menempatkan diri dengan teman sebayanya, tidak
percaya  diri   dengan     penampilannya,   tidak   mendapat   figur   yang   tepat   untuk   mencapai
identitas diri yang baik. Saat remaja mengalami krisis identitas, perilaku yang di cerminkan
dapat mengacu pada tindakan-tindakan negatif.
Berita yang dilansir dari Tribunnews pada 26 november 2018, remaja perempuan mengaku
konsumsi narkoba karena terpengaruh teman. Gadis 19 tahun asal perumahan Bumi Sedati
Indah,   Desa  Pepe,   Kecamatan  Sedati,  Sidoarjo,    diringkus  polisi   usai  berpesta  sabu  di
Kavling  Pepe  Indah,  Desa  Pepe,  Sedati,  Sidoarjo.  Setelah  di  gelandang  polisi,  gadis  itu
mengaku gemar mengkonsumsi sabu karena di ajak teman-temannya, terutama pacarnya.
"ikut-ikutan aja, karena di ajak". Jawab remaja putri tersebut di sela menjalani pemeriksaan
di Polsek Sedati.
Fenomena  ini   menunjukan  remaja   mudah  dipengaruhi   temannya.  Suharto,   Mulyana,  &
Nurwati (2018) Masa remaja merupakan tahap pencarian identitas, karena merupakan tahap
peralihan   dari   masa   kanak-kanak   menuju   masa   dewasa.   Pada   masa   remaja   seorang
individu  tidak  lagi  tergantung  kepada  orang  tuanya.   Remaja   sudah   mulai   berhubungan
dengan   lingkungan   sosialnya   khususnya   teman   sebaya.   Orang   tua   ikut   serta   dalam
pembentukan   identitas   diri   seorang   remaja,   dikarenakan   kehadiran   orang   tua   dapat
membantu   remaja   membentuk   identitas  remaja  secara  positif.  Akan  tetapi  ada  kalanya
orang tua   tidak dapat   hadir dalam   kehidupan remaja,  salah  satunya   harus  bekerja   diluar
negeri dalam jangka waktu yang lama. Dengan demikian identitas remaja lebih banyak diisi
oleh teman   sebayanya.  Hasil  assessment menunjukkan   bahwa remaja   yang tidak   diasuh
oleh kedua orang tuanya cenderung mempunyai identitas yang negatif. Hal ini dikarenakan
pengaruh   teman   sebaya   yang   besar.   Dengan   demikian   diperlukan  treatment  untuk
membantu   remaja   membentuk   identitas   dirinya   serta   mengurangi   pengaruh  negatif   dari
lingkungan  sosial.  Treatment bisa   di  lakukan  dengan  memberikan  pengarahan   oleh  guru
bimbingan konseling (BK).
Patricia H. Miller (2011) menjelaskan dalam teori Erikson, sejak lahir hingga lansia di dalam
diri kita mempunyai rasa tanya "who am i", siapa saya? Hingga dewasa atau lansia pun kita
bisa   mengalami   krisis   identitas.   Menurut   Erikson,   tema   utama   kehidupan   kita   adalah
pencarian   identitas.  Identitas  adalah  pemahaman  dan  penerimaan  diri   terhadap  diri  dan
masyarakat.  Pada  buku erikson yang berjudul  psychobiagraphis  berisi tentang  bagaimana
seseorang   menunjukan   jati  dirinya  di  tengah-tengah  lingkungan  sosial.   Erikson  percaya
pada ilustrasi Hitler bahwa pentingnya mengetahui seperti apa jati diri kita, dan seperti apa
karakter positif yang kita miliki.  Erikson   menjelaskan  emerging adulthood  seseorang  tidak
hanya  dilihat dari usia. Seseorang yang berumur sekitar 20 tahun bisa dikatakan dewasa
secara umur. Namun, belum tentu dewasa secara sikap dan perilaku.
Ketika  seseorang   berada  pada   fase  remaja   dan  mengalami  krisis   identitas,  orang   tua
ataupun   guru   BK  dapat  memberikan  pengarahan  terhadap  anak.   Sehingga  anak  dapat
memahami identitas dirinya / jati dirinya.
iapa diri   kita   sebenarnya?   Dan   apa tujuan hidup kita? Sudahkah bermanfaat bagi orang
lain?   Apakah   pernah   terlintas   di   benak   anda   pertanyaan   tersebut?   Jika   pertanyaan-
pertanyaan tersebut terlintas di benak anda, artinya anda mengalami krisis identitas. Krisis
identitas   tidak   hanya   di   alami   pada  fase   remaja,  hingga   fase   lansia  pun   juga   dapat
mengalami krisis identitas.  Namun, krisis identitas pada fase remaja yang lebih sering kita
jumpai.  Remaja  mengalami   krisis  identitas  karena   memiliki  masalah  dengan   kemampuan
nya mengendalikan emosi, bermasalah menempatkan diri dengan teman sebayanya, tidak
percaya  diri   dengan     penampilannya,   tidak   mendapat   figur   yang   tepat   untuk   mencapai
identitas diri yang baik. Saat remaja mengalami krisis identitas, perilaku yang di cerminkan
dapat mengacu pada tindakan-tindakan negatif.
Berita yang dilansir dari Tribunnews pada 26 november 2018, remaja perempuan mengaku
konsumsi narkoba karena terpengaruh teman. Gadis 19 tahun asal perumahan Bumi Sedati
Indah,   Desa  Pepe,   Kecamatan  Sedati,  Sidoarjo,    diringkus  polisi   usai  berpesta  sabu  di
Kavling  Pepe  Indah,  Desa  Pepe,  Sedati,  Sidoarjo.  Setelah  di  gelandang  polisi,  gadis  itu
mengaku gemar mengkonsumsi sabu karena di ajak teman-temannya, terutama pacarnya.
"ikut-ikutan aja, karena di ajak". Jawab remaja putri tersebut di sela menjalani pemeriksaan
di Polsek Sedati.
Fenomena  ini   menunjukan  remaja   mudah  dipengaruhi   temannya.  Suharto,   Mulyana,  &
Nurwati (2018) Masa remaja merupakan tahap pencarian identitas, karena merupakan tahap
peralihan   dari   masa   kanak-kanak   menuju   masa   dewasa.   Pada   masa   remaja   seorang
individu  tidak  lagi  tergantung  kepada  orang  tuanya.   Remaja   sudah   mulai   berhubungan
dengan   lingkungan   sosialnya   khususnya   teman   sebaya.   Orang   tua   ikut   serta   dalam
pembentukan   identitas   diri   seorang   remaja,   dikarenakan   kehadiran   orang   tua   dapat
membantu   remaja   membentuk   identitas  remaja  secara  positif.  Akan  tetapi  ada  kalanya
orang tua   tidak dapat   hadir dalam   kehidupan remaja,  salah  satunya   harus  bekerja   diluar
negeri dalam jangka waktu yang lama. Dengan demikian identitas remaja lebih banyak diisi
oleh teman   sebayanya.  Hasil  assessment menunjukkan   bahwa remaja   yang tidak   diasuh
oleh kedua orang tuanya cenderung mempunyai identitas yang negatif. Hal ini dikarenakan
pengaruh   teman   sebaya   yang   besar.   Dengan   demikian   diperlukan  treatment  untuk
membantu   remaja   membentuk   identitas   dirinya   serta   mengurangi   pengaruh  negatif   dari
lingkungan  sosial.  Treatment bisa   di  lakukan  dengan  memberikan  pengarahan   oleh  guru
bimbingan konseling (BK).
Patricia H. Miller (2011) menjelaskan dalam teori Erikson, sejak lahir hingga lansia di dalam
diri kita mempunyai rasa tanya "who am i", siapa saya? Hingga dewasa atau lansia pun kita
bisa   mengalami   krisis   identitas.   Menurut   Erikson,   tema   utama   kehidupan   kita   adalah
pencarian   identitas.  Identitas  adalah  pemahaman  dan  penerimaan  diri   terhadap  diri  dan
masyarakat.  Pada  buku erikson yang berjudul  psychobiagraphis  berisi tentang  bagaimana
seseorang   menunjukan   jati  dirinya  di  tengah-tengah  lingkungan  sosial.   Erikson  percaya
pada ilustrasi Hitler bahwa pentingnya mengetahui seperti apa jati diri kita, dan seperti apa
karakter positif yang kita miliki.  Erikson   menjelaskan  emerging adulthood  seseorang  tidak
hanya  dilihat dari usia. Seseorang yang berumur sekitar 20 tahun bisa dikatakan dewasa
secara umur. Namun, belum tentu dewasa secara sikap dan perilaku.
Ketika  seseorang   berada  pada   fase  remaja   dan  mengalami  krisis   identitas,  orang   tua
ataupun   guru   BK  dapat  memberikan  pengarahan  terhadap  anak.   Sehingga  anak  dapat
memahami identitas dirinya / jati dirinya
Abstrak
Salah satu elemen integral dari kehidupan masyarakat modern adalah media sosial. Dalam beberapa tahun terakhir, dalam negara-negara denga tingkat penetrasi internet tinggi, mereka telah memiliki pengaruh yang semakin meningkat terhadap opini publik. Artikel ini adalah sebuah analisis tentang bagaimana media sosial mempengaruhi opini masyarakat, dengan data terbaru mulai tahun 2023 yang khusus, dan melibatkan perspektif peneliti dan pengalaman masyarakat umum. Kajian terakhir mengacu pada bagaimana algoritma, viralitas konten, dan polarisasi digital mengubah pandangan masyarakat -- dan penggunaan data kuantitatif dan kualitatif mengarah pada pemahaman yang lengkap untuk audiens muda.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun