Trias politika adalah konsep membangun rakyat dan negara yang berorientasi pada keseimbangan tiga lembaga negara yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sesungguhnya ketiga lembaga negara ini tidak boleh ada yang saling menundukkan, tetapi terjalin kordinasi secara baik dalam suatu fatsun politik negara yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kedaulatan rakyat.
Kesimbangan lintas kekuatan politik ketiga lembaga inilah yang menjadi indikator penerapan demokrasi dan kualitasnya pada suatu bangsa dan negara. Jika terjadi kepincangan salah satu diantaranya maka dibutuhkan penguatan atau memperbaiki kualitas lembaga tersebut agar berfungsi dan berperan sebagaimana tuntutan normatif.
Jika eksekutif dikuasai oleh legislatif maka sistem negara akan menyerupai sistem parlementer, demikian pula jika eksekutif yang dominan menguasai legislatif maka kedaulatan rakyat akan melemah, karena perwakilan rakyat lemah.
Untuk keseimbangan kedua lembaga negara tersebut dalam penyelenggaraan kebijakan pemerintah perlu ketegasan peran dan fungsi yudikatif sehingga terhindar dari konspirasi tingkat tinggi yang merugikan rakyat.
Karena itulah demokrasi memberi ruang yang luas dalam pembangunan bangsa dan negara. Jika demokrasi dipersempit maka dipastikan terjadinya pembunuhan hak-hak rakyat dalam bernegara. Dimana kelompok politik yang berbeda pandangan dengan pemerintah sudah pasti terhimpit dan tidak kuat dalam peran dan fungsinya. Karena kelemahan dalam memahami demokrasi tentunya pihak politik yang tidak dalam pemerintahan akan mati suri.
Hal inilah yang seringkali mematikan demokrasi pada suatu bangsa dan negara dalam pembangunannya kemudian pemerintah berubah dalam sistem kepemimpinannya menjadi sistem kepemimpinan otoriter.
Lalu, apakah masih ada cara bagi rakyat untuk membangkitkan keseimbangan lembaga-lembaga negara selain eksekutif?
Tentu saja dibutuhkan kelompok ekstra parlemen dan mendukung kelompok politik atau personal pimpinan atau tokoh politik yang berani berhadapan dengan pemerintah.
Apakah hal ini sebagai keburukan dalam perspektif politik warga masyarakat disuatu negara? Tentunya tergantung dalam perspektif apa kita melihatnya.
Bagi negarawan hal ini adalah pilihan terbaik agar negara tidak terbawa dalam huru hara dan kehancuran akibat kekuasaan absolut kelompok politik yang berkuasa memimpin negara. Sebalinya mereka yang memandang dari kacamata sempit tentunya akan menilai pelaku politik tersebut sebagai pengganggu keamanan nasional dan menganggap kelompok atau tokoh politik yang berseberangan tersebut sebagai musuh negara.
Bagaimana kondisi ini dari sudut pandang demokrasi? Tentu saja demokrasi yang diterapkan kualitasnya sangat lemah dan mengkuatirkan rakyat dan sistem pemerintahan yang terdistorsi pada sistem politik lain yang anti kebebasan. Misalnya distorsi ini akan membawa pada sistem politik komunis yang berorientasi pada pengendalian sistem pembangunan rakyat yang sangat ketat.
Tantu timbul pertanyaan berikutnya, apakah distorsi tersebut mengangkangi konstitusi negara? Tentu saja sudah pasti berbenturan dengan konstitusi negara yang sesungguhnya demokratis sebagaimana konstitusi negara ini setelah terjadinya amandemen empat kali UUD 1945 pada masa reformasi.
Berikutnya, apakah terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse power) pemerintah atas pergeseran sistem politik negara tersebut? Jawaban benar. Tetapi kenapa tidak ada warga masyarakat yang mampu mempersoalkannya? Karena terjadi pelemahan ekonomi pada rakyat secara keseluruhan sehingga kondisi ekonomi sosial terutama pada ruang politik oposisi akan melemah dengan sendirinya.
Karena itulah, para penulis yang memahami kondisi pembangunan rakyat dan memahami sistem demokrasi dalam suatu pemerintahan mengangkat tokoh politik atau pemimpin politik agar terjadi keseimbangan antara kekuasaan pemerintah dengan oposisi meskipun hal ini sangat sulit dicapai. Karena kekuasaan akan cenderung absolut sebagaimana dialami negara ini  dimasa orde lama dam orde baru yang menyebabkan penguasa merubah masa pemerintahannya menjadi begitu lama bahkan terwacanakan kekuasaan presiden seumur hidup.
Lalu memantau kondisi politik negara kekinian yang terbangun opini sosial meski terselubung tentang presiden tiga periode, apakah hal ini adalah gejala pemerintahan yang kekuasaannya absolut dan anti demokrasi?
Indikatornya menunjukkan secara pasti bahwa kekuasaan absolut sudah berjalan dalam sistem pemerintahan saat ini. Apalagi peilaku pemimpin negara yang terbawa dalam sistem otokrasi yang cenderung didukung oleh partai politik lain. Untuk mengatasi sistem kekuasaan absolut yang anti demokrasi, hal apakah yang masih berpotensi dilakukan rakyat untuk mengatasi tingkah laku pemerintah (government behavior) yang cenderung sentralistik tersebut?
Rakyat bersikap meski dengan cara diam tetapi menunggu momentum dan kesempatan untuk membalas kelompok politik yang berlaku anti demokrasi. Kecenderungan ini dalam politik disebut dengan "Teori Kebisuan Spiral" dimana masyarakat yang anti pemerintah yang semakin besar namun tidak mampu melakukan aksi politik tetapi cenderung diam dan memiliki sikap yang antitesis atas pembangunan yang dilakukan pemerintahnya.
Lalu, apakah hal ini dialami oleh rakyat Indonesia saat ini? Tentu saja jika mereka memiliki cukup kapasitas sebagai warga negara yang mumpuni memahami hak-hak politiknya dalam negara. Tetapi bagi warga masyarakat inlanders (mentalitasnya terjajah) akan sulit berlaku karena mereka beranggapan bahwa pemerintah adalah Tuannya yang bisa membantu hidupnya meski hanya sedikit.
Pada warga masyarakat yang tidak cukup memahami hak-hak mereka dalam bernegara tentu sepanjang hidupnya akan terjajah meski oleh bangsanya sendiri. Tentu kita berharap agar rakyat Indonesia tidak mengalami pelemahan mentalitas mereka menjadi bangsa terjajah yang terjadi set back ke jaman perbudakan dimasa lalu.
Siapa yang menjajah yang sesungguhnya? Bisa saja bangsa lain menggunakan kekuasaan pemerintah baik dalam sistem ekonomi dalam bentuk kredit bersyarat atau bantuan yang bersyarat dari negara kaya atau negara berkuasa.
Atau berpotensi juga penjajahan dilakukan oleh bangsa kita sendiri oleh kelompok politik yang sekedar mencari energi dan power politik untuk menang atas persaingan dengan kelompok politik lain dalam negerinya.
Semoga penulis salah menilai sistem penjajahan yang sedang dialami oleh rakyat Indonesia yang memprihatinkan.
Semoga!