Penulis : Tara Prayoga Bumi terhampar luas, langit seakan menjelma menjadi atap kehidupan seluruh makhluk yang bernapas. Semua tahu, segala apa yang ada di antara keduanya merupakan keniscayaan. Termasuk takdir. Kehidupan ini laksana skenario panggung sandiwara. Sehingga apapun sulit diterka. Karena semua berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya, termasuk kematian. Hampir setahun sudah aku dan mereka hidup tanpa kau di sisi. Kau telah meninggalkan alam ini untuk selamanya. Yah, ini hanya masalah waktu saja, kawan. Suatu saat aku dan mereka pasti akan menyusulmu. Entah kapan, aku juga tidak tahu. Namun, harapanku untuk bersamamu lagi di surga-Nya telah terperangai dalam hati. Aku rasa tak hanya aku saja yang berkeinginan seperti itu. Semua karibmu pasti juga ingin bersamamu lagi. Karena mereka sangat mencintaimu setulus hatinya. Asal kau tahu kawan... Semenjak kepergianmu, sosok sepertimu tidak ada. Kau yang selalu memberikan motivasi di saat kami terjatuh. Tingkah lakumu yang aneh namun berkesan, sekarang tak dapat kami lihat lagi. Sedih rasanya hati ini. Mungkin jika aku diminta untuk memilih antara harta kekayaan yang begitu berlimpah atau kau kembali, pasti aku menginginkan kau kembali. Putra Wardhana... Sungguh kau pergi dengan meninggalkan kenangan indah yang membuatku rindu. Rindu akan semua tentangmu. Ku teringat saat kau berkata, “Tar, nanti setelah lulus gue mau kerja. Terus mencari uang sebanyak-banyaknya dan gue mau nikah dengan wanita yang gue sayang”. Sementara aku hanya menjawab dengan guyonan, “Wah, mantap. Gue tunggu yaa undangannya. Gue ikut bahagia kalau teman gue bahagia. Oh iya, emang lo doang yang mau nikah, gue juga. Nanti lo juga gue undang dah. Hehehe”. Percakapan itu yang sampai sekarang masih terngiang di benakku. Membuatku meneteskan air mata dan semakin berharap kau kembali. Hari ini seharusnya kau berusia 18 tahun. Setahun lalu, aku masih bisa mengucapkan “Selamat Ulang Tahun” kepadamu secara langsung. Tapi sekarang tidak bisa... :’( Sebab aku hanyalah makhluk yang tak mungkin melawan takdir. Tuhan... kepada-Mu aku bersimpuh. Aku mohon kepada-Mu, sampaikanlah tulisan ini sebagai kado terindah untuknya. Sungguh tak kuasa aku protes terhadap kehendak-Mu ini. Jadi, aku hanya melakukan apa yang bisa aku lakukan. Semoga kau tidur dalam damai, kawan. Tulisan ini adalah kado terindah untukmu sobat lupusku yang telah pergi ke alam abadi.
KEMBALI KE ARTIKEL