Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Barbitch: Sisi Abu-abu Kehidupan Para Perempuan

6 September 2015   20:56 Diperbarui: 6 September 2015   21:18 669 3
          Kelabu namun kreatif, itulah kesan pertama yang akan kita dapati ketika membaca kumpulan cerpen berjudul Barbitch karya Sagita Suryoputri ini. Kisah yang ia tuangkan dalam karya pertamanya ini seakan mengajak kita untuk masuk dalam pola pikir berdimensikan dilema yang dihadapi para perempuan terhadap permasalahannya masing-masing. Kita seakan berhadapan langsung dengan kameo-kameo yang dihadapi oleh para tokohnya. Sagita bahkan menuangkan pengalamannya sendiri dalam salah satu cerpen yang berjudul Kakak.
​           Kakak menceritakan tentang seorang wanita bernama Aku, yang sering berhubungan dengan pria-pria kaya yang jauh lebih tua darinya. Hubungan pertamanya adalah dengan Mas Arif, seorang pria paruh baya yang selalu mencukupi kebutuhan Aku, namun kerap bertindak kasar. Hubungan mereka berakhir kandas, ketika Aku bertemu dengan Kakak. Kakak senantiasa mencukupi semua kebutuhan Aku dan tidak pernah memperlakukannya secara kasar. Hubungan mereka berjalan mulus sampai akhirnya Aku merasa muak dan memutuskan hubungan mereka.
​          Ada juga dua cerpen yang bertema sama namun dengan plot berbeda, yaitu “Kucing” dan “Bara Pati”. “Kucing” bercerita tentang Milka, seorang pecinta kucing yang telah bertunangan dengan Jo selama lima tahun, namun akhirnya bernasib tragis. Sedangkan “Bara Pati” menceritakan kegalauan Panji menghadapi perubahan sikap istrinya, Laksmi, sejak ia senang menulis cerpen.
​          Walaupun didasarkan pada satu tema yang sama yaitu dilema para perempuan, namun masing-masing cerpen memiliki alur yang berbeda-beda. Dengan deskripsi yang detail baik suasana maupun tempat, dialog antar tokoh-tokohnya yang saling bertautan, juga konflik yang menghadirkan dilema, pembaca akan hanyut mengikuti gaya bercerita sang penulis. Walaupun akhir cerita sebagian besar mudah ditebak, namun anda tak bisa berhenti membaca hingga selesai. Sagita mampu mengolah cerita biasa yang membosankan menjadi cerita menyentuh yang memberikan amanat tersendiri bagi pembacanya. Dilengkapi dengan kutipan-kutipan tajam yang berkesan, seperti:
​          • “Hanya kamu. Selalu. Dan akan terus seperti itu.” – Pesta, halaman 90
​          • “Walaupun kadang, tawa tidak selalu berarti bahagia.” – Pantas, halaman 131
          ​Kata Barbitch sendiri merupakan judul yang cukup menarik, meskipun latar belakang sampul hanya berwarna putih. Gambar seorang perempuan yang menutupi wajahnya dan mengenakan pakaian minim juga cukup menggambarkan isi kumpulan cerpen ini. Jenis huruf yang digunakan sesuai, tidak terlalu besar ataupun kecil. Selain itu, meskipun tidak terdapat kesalahan pengetikan, namun penggunaan kata-kata kasar yang cukup banyak membuat kumpulan cerpen ini terkesan tak mendidik. Sebagian besar cerita juga terkesan merendahkan kaum perempuan.
          Secara keseluruhan, sembilan cerpen didalam buku ini cukup menarik untuk dibaca. Sagita berhasil untuk menjaga ritme cerita sehingga pembaca akan dihadapkan pada kejutan-kejutan. Gaya bercerita yang mengalir dan disertai ungkapan-ungkapan perasaan para tokohnya, membuat ceritanya enak untuk dibaca dan dinikmati. Oleh karena itu, buku ini dapat digunakan sebagai rujukan untuk menghibur pembaca yang sedang gundah. Keputusan yang diambil para tokoh dalam menghadapi masalahnya masing-masing dapat dijadikan inspirasi, terutama bagi para perempuan, agar mampu berpikir secara luas dan dewasa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun