Ternyata saya masih dapat merasakan pembinaan itu di awal ramadhan tahun ini dengan mengikuti Kajian Islam Selama Sepekan(KISS) yang diselenggarakan suatu majelis taklim yang sangat produktif di kota kami. Selama seminggu, setiap hari ada seorang pembicara yang memberikan penjelasan kepada kami mengenai peran Al-qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup.
Teman saya sempat mengatakan, "temanya begitu berat tapi alhamdulillah setelah mendengarkan, kami dapat mengambil pelajaran dari apa yang disampaikan."
Pernahkah Anda meragukan Al-qur'an?
Flash Back ke masa SMA...
Pada saat kelas 1 SMA, saya pernah meragukan kebenaran Al-qur'an. Suatu sore saya pernah duduk di teras masjid sekolah dan bertanya pada seorang teman
"Bagaimana kita yakin Al-qur'an bukan perkataan yang dibuat Muhammad?"
Saat itu saya sedang senang membaca terjemahan qur'an karena saya anggap lebih berarti daripada sekedar membacanya saja. Saya pikir, saya sedang berada pada tahapan berpikir kritis dalam memahami agama saat itu. Tapi karena bertanya pada sesama teman saya tak mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Karena takut terjebak dalam keraguan yang semakin dalam, maka saya mulai enggan membaca terjemah Al-qur'an.
Ceramah yang disampaikan Ust. Atian Ali Da'i dalam KISS hari itu, membuat saya menyadari, bahwa keraguan yang saya alami di usia remaja saat itu, adalah awal dari lemahnya iman saya selama ini.
Ada beberapa kesalahan yang saya lakukan
1. Mengunakan logika saja dalam memahami al-qur'an
2. Menanyakan pada orang yang tidak tepat
3. Membiarkan keraguan itu berlarut-larut
Apakah Al-qur'an bukan karangan Muhammad?
Muhammad merupakan seorang yang umi, tidak dapat membaca dan menulis. Tak ada satu kitab pun yang pernah ia baca apalagi ia tulis. Namun hal itu tidak menunjukkan bahwa Muhammad adalah orang yang bodoh, sebaliknya hal itu menunjukkan bahwa Rasul , penerima wahyu Allah memiliki daya ingat yang sangat baik.
Rasul menerima wahyu dari Allah dengan cara mendengarnya dari malaikat Jibril, secara belangsur-angsur kurang lebih selama 23 tahun. Setiap menerima wahyu beliau menyampaikannya kembali pada para sahabat. Dan seketika itu pula para sahabat mendengar dan menghapalnya. Pada masa itu Al-qur'an sudah dituliskan oleh sahabat dan sangat dijaga keautentikannya, tak ada satu kata pun yang berbeda dari apa yang diterima Rasulullah.
Setelah Rasul wafat Qur'an tetap dijaga keautentikannya dan mulailah dibukukan pada masa pemerintahan Abu Bakar. Mushaf Al-qur'an kemudian diperbanyak di masa Utsman bin Afan. Demikian seterusnya diperbanyak sampai pada kita saat ini.
Keautentikan Qur'an yang kita temui saat ini sebagai firman Allah yang diterima oleh Rasul tidak dapat diragukan lagi, karena itu kebenarannya dikatakan mutawwatir.
Darimana semua itu diketahui?
Al-Hadits. Setelah rasul wafat para sahabat menuliskan perkataan dan perbuatan Rasul sebagai penjelasan bagi Al-qur'an. Menurut Ust. Hilman Rosyad ada beberapa bentuk hadits:
1. Kauli yang merupakan perkataan Rasulullah yang didengar oleh para sahabat diluar Al-qur'an.
2. Fi'li merupakan perbuatan Rasulullah
3. Takriri merupakan pertanyaan sahabat yang tidak direspon Rasul
4. Sifat merupakan kebiasaan yang menyangkut budaya saat itu seperti makanan atau pakaian
5. Shirah. Shirah merupakan peristiwa yang dicatat terjadi 100 tahun sebelum Nabi lahir sampai zaman ketika sahabat wafat. Ini menjadi penting untuk diketahui agar dapat memahami bagaimana wahyu Allah itu sampai pada kita saat ini.
Hadits tidak dicatat di zaman Rasul, apalagi dibukukan seperti Al-qur'an. Pengumpulan Hadits dilakukan para Imam Hadits dengan melakukan penelitian periwayatan Hadits tersebut sampai pada Rasul. Imam hadits tersebut diantarnya Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hambal, Tirmizi, Abu Daud, An-nasa'i, dan Ibnu Majah.
Hadits yang mutawattir harus diyakini kebenarannya sebagai wahyu juga seperti halnya Al-Qur'an.
Perlu diwaspadai, anak-anak di usai remaja yang sedang mengalami masa pencarian kebenaran, sering tejebak dalam kelompok-kelompok yang menyimpang. Ada kelompok yang mengaku meyakini Al-qur'an tapi tidak mempercayai Hadits dan ada juga kelompok yang mengingkari sahabat Rasul. Padahal Rasul merupakan penerima wahyu dan sahabat merupakan orang-orang yang paling dipercaya oleh Rasul.
Jadi memahami Al-qur'an haruslah bedasarkan cara yang benar. Ust Budi Hata'at menjelaskan bahwa suatu ayat dalam Al-qur'an harus ditafsirkan dengan ayat lain dalam Al-Qur'an (Qur'an bil Qur'an). Ayat Qur'an juga dapat dijelaskan dengan Hadits (Qur'an bil Sunnah). Yang dilarang adalah menafsirkan Qur'an dengan logika.
Pendidikan di negara kita, menjadikan proses berpikir sebagai jalan menuju kebenaran. Menggunakan logika dalam memahami agama ternyata tidaklah tepat. K.H Aceng Zakaria mengatakan ada suatu kaidah yang menyatakan bahwa urusan dunia haruslah masuk akal sedangkan urusan agama tidak harus masuk akal.
Ust. Hanan Attaki menyatakan bahwa tidak meragukan satu pun ayat Al-qur'an merupakan kunci utama untuk dapat belajar Al-qur'an, "Belajar iman sebelum belajar Al-qur'an". Maksudnya adalah mengimani bahwa kata-kata dalam Al-qur'an merupakan kata-kata paling benar karena berasal dari Allah. Dengan begitu Al-qur'an dapat menjadi petunjuk.
"Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa" (Q.S Al-Baqarah :2)
Al-qur'an akan menjadi petunjuk bagi yang tidak meragukannya.
"Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (Al-Baqarah : 285)
Selanjutnya Ust. Hanan menjelaskan bahwa ada orang-orang yang mempelajari Al-qur'an untuk mendapatkan sensasi berpikir, padahal Q.S Al- Baqarah : 285 menerangkan bahwa ketika orang beriman kepada Al-Qur'an,maka mereka mendengarkan dan mentaatinya. Iblis merupakan makhluk yang beriman pada Allah, hanya karena ia menolak satu aturan Allah untuk bersujud pada adam, ia tidak lagi termasuk mukmin.
Pada masa sekarang orang-orang yang sering terjebak dalam proses berpikir tanpa mengamalkan Al-qur'an. Artinya belajar Al-Qur'an haruslah didasari motivasi untuk mengamalkan. Seoarang Umar bin Khatab mempelajari dan mengamalkan satu Surat Al-Baqarah saja, memerlukan waktu 12 tahun.
Tidak cukup dengan membaca terjemahannya saja, tapi perlu mempelajari tafsir yang telah disusun ahli tafsir salah satunya oleh Ibnu Katsir. Yang tidak kalah penting adalah belajar dari ahlinya. Dalam urusan agama tentu saja kita harus bertanya pada ulama dalam hal mempelajari Al-qur'an.
Selama ini saya lebih sering mengikuti pengajian yang menghadirkan Da'i yang mengajak kita mempelajari agama, beberapa teman telah memiliki Murabb'i yang mengajarkan bagaimana melaksanakan agama. Namun ternyata tidak cukup sampai disitu saja, kita perlu bertanya pada ulama dalam urusan hukum, halal haram, karena hanya ulama yang dapat mengeluarkan fatwa.
Tidaklah berbeda dalam urusan dunia seorang yang akan kuliah S3 perlu seorang profesor sebagai pembimbingnya. Maka dalam urusan agama ada ulama yang menggawanginya.
Semoga Ramadhan tahun ini memperbaharui keimanan kita, tanpa ada sedikitpun keraguan, sehingga Al-qur'an dapat menjadi petunjuk dalam hidup. Memprioritaskan ilmu yang bersumber dari Al-qur'an dari pada ilmu lainnya karena maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Setelah mati manusia baru akan menyadari bahwa keimanan itu adalah sesuatu yang paling mahal di dunia, karena keimananlah yang akan mengantarnya ke syurga.
Wallahu a'lam