Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

"Merajut Keindonesiaan" (Tanpa Fiksi)

1 Oktober 2012   18:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:24 249 2
Saya baru membaca bahwa Kompasiana dan sebuah penerbit ternama akan bekerjasama membuat sebuah buku yang bertemakan "Merajut Keindonesiaan" dari 1000 artikel para kompasianer.

Dibaca sepintas tidak ada yang salah dari "pengumuman' tersebut, namun bagi saya pecinta sastra saya merasa sedih melihat bagian 'prasyarat' nya yang mencantumkan bahwa kumpulan artikel tersebut BUKAN fiksi, begitulah yang tertulis.

Apa yang salah dengan fiksi? yang saya tahu di bagian Fiksiana adalah bagian yang dikhususkan untuk tulisan-tulisan yang menurut saya adalah karya sastra. Setahu saya sejarah negeri ini sebagian ditulis dalam legenda, mitos, syair, gurindam dan babad, walaupun itu dulunya sebelum berdirinya Republik ini. Yang saya pahami kita bicara Indonesia tidak bisa bicara hari ini dan melupakan jati diri kita sebagai Bangsa. Seni Budaya kita jauh lebih dikenal luas sejak dahulu kala daripada karya ilmiah anak bangsa kita hari ini, lalu apakah kita jadi 'negeri kolot' karena hal itu?

"Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai. (Magda Peters, 233)

Itu adalah kutipan dari buku Bumi Manusia Karangan Pramoedya Ananta Toer. Saya coba berpikir kembali, mungkin ada niatan baik Kompasiana di balik rencana tersebut. Harap dimaklumi kekurangan dalam menulis artikel opini ini, akhirnya saya perbuat ini hanyalah bentuk kepedulian saya untuk Kompasiana.

Salam Persahabatan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun