Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

BBM, Jokowi dan Mbak Lin

20 November 2014   00:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:22 94 0
Pagi kemarin sebelum berangkat kerja salah satu asisten rumah tangga kami datang kerumah sambil berlinangan air mata. Kami terkejut ada apa gerangan, trenyuh hati kami hingga saya menunda berangkat kerja toh ada fasilitas flexi time. Selidik punya selidik ternyata dia menangis karena kenaikan harga BBM, dia sangat terpukul presiden idolanya tega menambah kesengsaraan beban hidupnya. Saat ini dia tinggal dirumah bedeng bersama suami dan kedua orang anaknya. Dengan penghasilan 1 juta rupiah lebih sedikit hanya cukup untuk membayar kontrakan biaya sekolah anaknya dan kebutuhan hidup sehari hari. Sedih rasanya mendengar keluh kesahnya "maaf mbak belum bisa memberi imbalan yang pantas". Saya tidak terlalu peduli dengan hiruk pikuk kenaikan harga BBM jenis premium karena selama ini saya lebih sering memakai produk shell, tapi sekarang terpaksa saya harus peduli dengan mbak Lin asisten rumah tangga kami dan menurut data BPS ada 7,6 juta penduduk adalah mbak Lin-mbak Lin lain yang mempunyai nasib serupa. Mungkin Pak Jokowi menggaji asisten rumah tangganya segede gaji saya sehingga tidak merasakan empati seperti yang saya rasakan. Pajak sebagai Solusi Saya berpendapat  bahwa subsidi apapun bentuk subsidinya bukanlah aib, bukan kejahatan, dan bukan beban APBN. Subsidi merupakan bentuk tanggung jawab sosial negara kepada rakyatnya, kalau negara belum bisa menciptakan lapangan kerja yang cukup, kalau negara belum bisa mengurangi angka kemiskinan, kalau negara belum bisa menjamin upah buruh yang layak maka subsidi adalah keniscayaan. rakyat butuh pendidikan itu benar, rakyat butuh jaminan kesehatan itu tidak usah diperdebatkan. Kalau kebutuhan dana untuk subsidi tidak cukup maka presiden harus mengoptimalkan pendapatan negara. Pajak sebagai sumber penerimaan negara yang utama harus mendapat perhatian serius presiden. Konon menurut para ahli ekonomi potensi pajak yang belum bisa dihimpun oleh negara masih sangat besar, tercermin masih rendahnya rasio pajak terhadap produk domestik bruto.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun