Semakin mendekati 3 Juni 2012, semakin panas Lady Gaga dibicarakan. Ya, karena di tanggal tersebut rencananya konser Lady Gaga digelar di Gelora Bung Karno, Jakarta. Kedatangan penyanyi kontroversial tersebut menuai pro dan kontra. Ada yang setuju Lady Gaga datang ke Indonesia dengan tujuan semata-mata untuk menghibur, tetapi banyak pula yang menolak karena berbagai catatan buruk yang pernah ia lakukan. Pro dan kontra lumrah terjadi, tergantung bagaimana kita menyikapinya.
Selain anggapan bahwa Lady Gaga penganut satanic atau pemuja setan/dajjal dan pendukung adanya kaum gay dan lesbian, penampilannya yang seronok juga dianggap sebagai ancaman perusak moral bangsa. Tak heran jika masyarakat Indonesia yang kontra, “mati-matian” menolak konser penyanyi yangkerap berpenampilan eksentrik itu. Bahkan, ormas masyarakat, seperti Front Pembela Islam (FPI) mengancam akan membubarkan paksa jika konser tetapi dilaksanakan.
Di Amerika, penampilan seksi Lady Gaga tidak dipermasalahkan. Berbeda dengan di Indonesia. Indonesia menjunjung tinggi budaya ketimuran yang begitu santun, termasuk dalam hal berpakaian.
Tetapi, apakah hanya Lady Gaga nan seksi itu ancaman besar perusak moral bangsa Indonesia? Sampai-sampai pemimpin bangsa pun turut angkat bicara menanggapi konser pemilik nama asli Stefani Joanne Angelina Germanotta itu.
Bagaimana dengan “Lady Gaga Republik Indonesia (RI)” alias penyanyi dangdut koplo yang kerap berpenampilan tak kalah seronoknya dengan Lady Gaga Amerika Serikat (AS). Jumlah pedangdut koplo pun tidak sedikit dan mereka “konser” di berbagai tempat di Indonesia.
Ada yang aneh. Katanya, di Indonesia menjunjung tinggi budaya ketimuran yang santun termasuk dalam hal berpakaian. Tetapi mengapa penyanyi dangdut koplo yang selalu berpenampilan terbuka itu lebih diterima masyarakat ketimbang Lady Gaga? Padahal mereka sama-sama mengumbar aurat.
Lady Gaga AS hanya bernyanyi di atas panggung dan berinteraksi dengan penonton hanya lewat nyanyian dan tatapan mata, tetapi kalau “Lady Gaga RI” bernyanyi di atas panggung, penonton pun bisa ikut bernyanyi dan menari dengan artis idola. Tak hanya itu, penonton pun boleh memberikan honor langsung ke penyanyi alias saweran. Pada saat melakukan saweran, kontak fisik antara penyanyi dan penonton tak terhindarkan. Bahkan terkadang sampai menyentuh bagian “sensitif” di penyanyi.
Lady Gaga AS paling lama menghibur penggemarnya di Indonesia hanya dua jam. Itu pun yang menonton adalah kalangan terbatas. Tidak seperti “Lady Gaga RI” yang bisa ditonton oleh siapa pun, termasuk anak-anak. Sebab “konser Lady Gaga RI” biasanya digelar di lapangan terbuka. Penonton tidak dibatasi.
Semoga setelah digagalkannya konser Lady Gaga asal Amerika Serikat, ke depannya “konser Lady Gaga asal Republik Indonesia” juga bisa segera digagalkan. @TamiPudya