mahasiswa akan disumbangkan untuk Pemkab Aceh Utara sebagai tambahan
alokasi anggaran untuk membiayai pembangunan jalan tersebut, yang
bertahun-tahun rusak parah sukses besar untuk membuat Pemkab itu
uring-uringan.
Kekhawatiran berlebihan di selimuti malu, beragam cara dilakukan untuk
meredamkan aksi mahasiswa ini, dengan alih-alih melakukan audiensi,
menurut wakil rakyat langkah tersebut merupakan cara yang santun dan
tidak mengganggu ketertiban umum.
Bukan tidak mungkin jika aksi terus berlanjut Pemkab Aceh Utara akan
merasa malu terhadap Pemerintah Aceh dan Pemerintah Aceh akan jauh
lebih malu lagi jika sampai terdengar oleh sang penguasa nusantara
dari pulau Sabang hingga Merauke.
Seperti yang dialansir media cetak mingguan Modus Aceh, pernyataan
kawan-kawan diparlemen sungguh sangat menyedihkan, bayangkan jika
seorang legeslator menanggapi aksi kami di mainkan oleh aktor lain
“saya takut demo itu tidak murni karena justru mempermalukan
Pemerintah, jadi kalaupun jalan dibangun bukan karena demo mereka,
tetapi memang sudah direncanakan” ungkap eks kombatan itu.
Walaupun DPRK pernah mengalokasi anggaran untuk jalan Nisam sejak
2008-2009 dengan jumlah 10 M lebih dan di alihkan dengan alasan
terkendala pembebasan lahan, mungkin saja terjadi permainan di tingkat
Muspida tanpa musyarah dengan masyarakat pemilik lahan. Buktinya jalan
yang di aspal di Paloh Gadeng Kecamatan Nisam tidak ada persoalan.
Ketika wakil rakyat menilai aksi pengumpulan koin itu dituding tidak
murni, ada aktor bermain dibelakang aksi Mahasiswa Nisam, seperti
pengalaman mereka pada Pilkada lalu dimana organisasi musiman dibiayai
olehnya. Namun, tudingan miring ada aktor bawah tanah dengan tujuan
untuk mempermalukan Pemerintah Aceh serta mengganggu ketertiban umum,
lansung dibantah oleh masyarakat Gampoeng serta beberapa masyarakat
luar Gampoeng itu juga komentar bahwa aksi tersebut sama sekali tidak
mengganggu aktivitas mereka. “lage nyan mahasiswa yang tapeureule”
ungkap Ahmad [51] warga Nisam Aceh Utara.
Secara sukarela warga yang berlalu-lalang menyodorkan sedikit uangnya
ke dalam kotak kardus bekas minuman mineral yang di pegang dengan
tangan kurus mahasiswa sembari melemparkan senyuman bangga dan salut
kepada para mahasiswa.
Jika warga sudah menganggap bahwa aksi tersebut sama sekali tidak
mengganggu aktivitas mereka lantas siapa yang merasa terganggu?
Pertanyaan yang mudah untuk dijawab tentunya, bahkan anak sekolah
dasar [SD] di gampoeng itu juga bisa menjawabnya. Para Muspika, dewan,
serta seluruh jajaran Pemkab Aceh Utara yang bekerja dibawah roda-roda
Pemerintahan Aceh yang telah dengan sukses menobatkan Pemerintah Aceh
peringkat ke dua KORUPTOR setelah ibu kota negara Pancasila, DKI
jakarta.
Mencari kambing hitam dengan menganggap aksi mahasiswa ditunggangi
bukan lagi isu baru. Isu yang sering digunakan oleh para pemerintah
korup sebagai senjata yang paling mematikan untuk membubarkan aksi
mahasiswa dan itu telah ada sejak era penyebar propaganda orde lama
karena mengganggu ‘PERIUK’ mereka.
Terlintas pertanyaan di ubun-ubun kepala anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Kabupaten [DPRK] Aceh Utara mengapa setelah pelantikan Bupati
Aceh Utara yang baru, Muhammad Thaib aksi tersebut dilakukan dan
sekali lagi pula di jawab bahwa anak SD pun tahu jawabannya. Sudah
cukup mereka [masyarakat gampoeng] bersabar menunggu kepastian kapan
jalan yang berlubang lebar tersebut diperbaiki. Dengan hanya diam
mengamati hingga akhirnya mereka sadar, jika hanya diam sampai kapan
pun tidak akan pernah ada perubahan.
Maka ketika Bupati baru telah dilantik yang naik dengan panji Partai
Aceh yang konon katanya partainya orang Aceh, partainya para pejuang
yang telah mengorbankan darah dan harta merek a ketika provinsi ini di
perkosa haknya oleh DOM [Daerah Operasi Militer] menjadi kesempatan
yang terbuka lebar bagi mahasiswa ini untuk mendesak pemkab segera
memperbaiki jalan rusak di gampoeng mereka.
Seharusnya Pemkab ini malu dengan masih adanya kondisi jalan yang
rusak parah bukannya malu karena aksi mahasiswa yang dianggap
mempermalukan Pemerintah Aceh. Tidak ada terbisik didalam kepala
mereka [mahasiswa] untuk mendapatkan keuntungan pribadi jika yang
dituntut hanya pembangunan jalan tersebut, bahkan mereka turut
berbelasungkawa karena jalan berlubang ini juga telah banyak memakan
korban, salah satunya istri Camat sendiri yang pernah mengalami
keguguran karena sering melewati jalan tersebut ketika dirujuk ke
Puskesmas.
Jika jalan ini pun segera dilakukan bukankah orang-orang pemerintahan
juga yang akan mendapatkan keuntungan, membuka tender dan kongkalikong
mengutak-atik angka-angka rupiah dilaporan pertanggung jawaban. Bukan
maksud penulis mengajarkan kesesatan tapi penulis hanya sedikit
menjabarkan bagaimana rumitnya aliran sesat didalam roda-roda
pemerintahan Aceh yang selama ini yang diketahui aliran sesat itu
hanya berupa penyelewengan dari agama tertentu sementara kinerja
mereka tidak pernah sekalipun dikategorikan aliran sesat [sesat
fikir].
Seperti pernyataan Ketua Komisi C DPRK Aceh Utara Azhari Cagee bahwa
aksi demo yang kami lakukan tidak mempengaruhi pengalokasian anggaran
untuk pengaspalan jalan Nisam, bagi kami itu tidak penting, tidak ada
urusan yang penting jalan diaspal karena itu pokok permasalahan, meski
eks kombatan itu menilai justru audiensi yang pokok permasalahan
utama, haha.... Lebay.
Merasa dipermalukan dengan aksi pengumpulan koin hingga mengklaim aksi
mahasiswa tersebut tidak murni, disamping itu kaki tangan pemerintah
dari kalangan partai mayoritas berkuasa juga ikut komplain dilapangan.
Akhirnya terjadi seperti pertanyaan Kemal Pasya, dosen Fisip Unimal
yang berperan sebagai penelis saat debat kandidat Bupati Wakil Bupati
Aceh Utara di Lhoksukon 5 April 2012 lalu, bagaimana sikap partai
mayoritas jika ada protes masyarakat atau demontrasi yang mengkritisi
pemerintah, bagaimana yang akan anda lakukan agar tidak menjadi
diktator mayoritas?” tanya Kemal kepada calon Bupati No urut 10 itu.