Polah usil sadap-menyadap oleh negeri Kanguru atas negeri Gajah Mada, nyata-nyata harusnya dapat merugikan negeri berpulau-pulau itu, dan bikin penghuninya merinding. Namun ajaibnya, efek yang terjadi malah sebaliknya. Polah itu malah makin mencerdaskan penghuni di dalamnya.
Bukan hanya mampu mencerdaskan, tetapi juga menjadikan penghuni negeri tersadap tersebut makin jenaka. Makin senang bercanda dan rajin berbagi kelakar-kelakar ringan. Setidak-tidaknya hal demikian misalnya bisa disimak di wilayah Provinsi Kompasiano.
“Saya dan Bu Markonah baik-baik sajo,” kata warga Provinsi Kompasiano bernama Arke. Menurut warga Kompasiano yang kini tinggal di tanah Arab tersebut, ia mengaku amat prihatin dengan ulah usil sadap-menyadap tersebut. Pasalnya, ia merasa kasihan dengan para penyadap yang bisa saja tiba-tiba pingsan dalam hitungan jam setelah khusyuk menyimak hasil sadapan.
“Kamar saya penuh sempak beraneka ragam mas. Karena ndak muat, kami taruh koleksi-koleksi kami di beberapa ruangan. Ruang tamu, beranda maupun kamar mandi. Bahkan, karena saking banyaknya koleksi kami, ranjang kami pindah di atas atap,” jelas Arke dengan wajah geleng-geleng. Jelas saja, ruang atap lolos dari upaya sadap, itulah yang disedihkan Arke. “Suara kami sulit kena sadap karena kebawa angin dan suara gerimis hujan,” tambahnya.
Warga Kompasiano lainnya adalah Pakde Kartono. Menanggapi sadap-menyadap, Pakde mengaku tak ambil pusing. Pasalnya, dengan adanya kasus tersebut, warga negeri Gajah Mada tersebut semakin ramai dan menyenangkan. Sebagaimana diketahui, semula rata-rata warga kebanyakan tampak sedih dan nelangsa karena bunyi-bunyian yang tak henti keluar dari perut-perut mereka.
“Ini juga diakui teman saya, seorang konsultan teknik dari Jepang, Mr. Takada. Dia bilang, Indonesia itu unik, belum habis tuntas penyelesaian suatu masalah, sudah muncul masalah lain. Belum habis suatu berita (isu), sudah muncul berita (isu) lain,” kata Pakde.
Sadap-menyadap negeri Kanguru tersebut juga memiliki dampak menular yang positif. Sebab, alih-alih terganggu dengan polah penyadapan itu, warga negeri Gajah Mada malah tertarik belajar ilmu sadap-menyadap. Dan warga Kompasiano adalah yang paling antusias. Selama beberapa waktu, warga Kompasiano sibuk membicarakan apa sebenarnya hakikat dari teknologi bernama sadapan tersebut.
Penulis sendiri yang semula hanya tahu soal sadap getah pinus, lama-lama makin paham bahwa terdapat sadapan lain yang jauh lebih keren, yaitu menyadap getah pikiran orang dengan cara menggunakan teknologi. Saya merasa beruntung ngopi di salah satu Warung Kopi (Warkop) di salah satu pinggiran kota Provinsi Kompasiano. Di situ, saya berkesempatan bertemu dengan sahabat Gatot Swandito dan beberapa kawan lain yang sedang asyik ngobrol gayeng soal sadapan.