Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Primitive Love 2

24 Desember 2011   02:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:49 184 0
Digenggamnya tangan winda dengan erat, berjalan bdua pada jalan setapak  diantara hijaunya rumput dan ilalang pegunungan. Jalan yang sedikit menanjak, sesekali datar. Tampak bukit bukit kecil di hadapan mereka. Terlihat sedikit agak gersang, tampak rumput mulai mongering, sebagian masih terlihat hijau diantara tanaman berkayu. Hijau karena teduh oleh rindangnya pepohonan mungkin.

Yang tampak hanya keceriaan yang terpancar diwajah mereka. Mata berbinar, sunggingan bibir meninggi, sesekali winda tertawa lepas hingga tampak gigi ginsulnya. “Tambah manis saja cah ayu ku ini, apalagi kalau tertawa” ucap toni dengan tatapan mesra. Tak lupa ditambahkannya sedikit bumbu senyum.

Merasa mendapat kejutan dengan panggilan khas toni.  Ingin menampakkan wajah gembira dan senangnya  dengan pujian itu tapi malumalu, hingga yang tampak hanya senyum dan rona merah di pipinya. Tak lupa sedikit cubitan nakal dipinggang toni.

“aww….geli tau win…”

“bisa aja kamu mas, tau aja…”.

“Cyeee…..cye..cye….” goda toni

“apaan sih…” sergah winda dengan wajah sedikit marah, melangkungkan kedua bibirnya kebawah. Semakin tertawa lepas rupanya  toni melihat ekspresi wajah winda.

“kok malah diketawain sih…”

“aku paling suka tingkahmu kalau lagi begini, lucu, polos pula.” Ucap toni, dengan senyuman khasnya tentu.

“dan aku suka canda mu yang itu, bikin kangen”, saut winda spontan.

Tangan kanan toni menarik bahu winda biar lebih dekat, dipeluknya winda, diusapnya berkali kali ujung kepala winda. Kemudian disandarkannya kepala winda di dada toni deket ketiak toni. Walau dengan dada yang tidak terlalu atletis, tapi itu membuat nyaman winda.

Duduklah mereka, melihat bawah gunung, tampak warna coklat atap genteng rumah penduduk desa yang tampak kecil, jarang, diselingi pepohonan diantaranya, beberapa nyuir pohon kelapa melambai digoyang tiupan angin. Putihnya pasir pantai terselip diantara hijaunya kampung dan birunya laut. Riuh ombak putih cerah, bergerak menepi berganti tanpa henti, sesekali menghantam karang besar.

“benar bernar damai di tempat ini, hanya terdengan siulan burung dan dentuman ombak yang menggema ”  kata winda mengakhiri kesunyiaan karena nikmatnya indahnya alam.

“Soalnya ada aku sih….hehe..” Saut toni perlahan.

“Hyaaaaahhhh…pede banget” celetuk winda dengan nada sedikit menyindir, tanpa lupa menyuguhkan semnyum.

Berdua tersenyum, ceria, seolah hanya merekalah orang paling bahagia di alam ini.

Disandarkannya kepala winda di pangkuan toni, senyum bahagia ada diwajahnya, indahnya langit semakin mendamaikan hatinya. Sambil memejamkan mata, ditariknya napas dalam dalam beberapa kali, dirasakannya sejuknya udara tanpa polusi, menyegarkan paru parunya.

Winda merasakan tubuhnya ringan sekali, seperti terbang, melayang, mengambang dilangit. Namun sekonyong konyong  winda seperti dilemparkan ke darat dengan sanga cepat sekali, gubrakkkk….

“awww….” Rintih winda merasakan sakit.

terbukalah matanya….

“lho…kok…” kata winda kebingungan, sambil mencoba bangkit dari jatuhnya.

Dalam pengelihatanya adalah sebuah ruangan dengan bed tidur, sprei, almari, meja kecil disamping bed dengan lampu tidur dan….anto tentu saja,,,,,,

“Kamu tidak apa apa win” ucap anto tergesa menghampiri winda.

“ee….gak, gak papa mas” balas winda

Winda melenguh, ‘huft”, dalam hatinya berkata, “ah, Cuma mimpi rupanya”.

Setengah hari ini, winda merasakan hambar, tanpa rasa, tapa semangat, tanpa selera. Aktivitasnya dikantor pun tak membuatnya semangat seperti minggu minggu yang lalu. Dia masih terpikirkan mimpinya semalam. Mimpi itu mengusik harinya.

“what happen with me” kata winda pelan.

konsentrasi pada pekerjaannya pecah, tak tau apa yang mesti ia kerjakan di kantor. Dengan langkah malas, winda menuju dapur di kantornya yang berada tidak jauh dari ruang kerjanya. Diambilnya cangkir, satu sendok kopi tak lupa creamer, dituangkannya air panas dari dispenser di dapur. Sambil duduk dan sesekali menikmati secangkir kopi, Pikirannya belum bisa jauh dari mimpi semalam.

“apa aku merindukan toni ya..?, kenapa dua hari ini aku memimpikannya terus, mimpi yang bersambung pula” pikir winda dalam hati.

Yang keluar dari mulutnya hanya lenguhan, “huhhf, what happened with me”.

Tapi memang yang dirasakan winda beberapa hari ini adalah kerinduan akan sosok toni, mantannya dulu sebelum winda menikah dengan anto, yang kini entah berada dimana ia.

Mendadak winda ingin sekali pulang ke rumah orang tuanya, yang memang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya sekarang. “Drrrrrrrrrtt……drrrrrttttt…” ponselnya bergetar, hanya nomor yang tampak dilayar ponselnya. Penasaran, diangkatnya telepon tanpa nama itu,

“halo, assalamualaikum…”winda menjawab telepon.

“tuuut…..tuuut.t…tuuut”  Dimatikan rupanya setelah dijawab winda.

“siapa sih ini, dijawab baik baik malah dimatiin” gerutu winda kesal.

Diamatinya nomor itu di ponselnya, otaknya berputar mencari tau siapa nomor ini, rasa ingin tahunya menelisik pikirannya. Pelan pelan ia mencoba mengingat ingat barisan nomor ponsel itu.  Seperti nomor yang sudah tidak asing baginya. Lama winda mencoba mengingat ingat.

“08562900791….”

Tujuh sembilan satu…?!?@#$   ”  batin winda,

“ini kan nomor….”

Sekejap senyum meyeruak di bibir winda, bahagianya mucul, kegirangan ia. Nampak sendunya telah terobati.

“Tau aja kamu ton kalau aku sekarang sedang merindukanmu…” ucap winda pelan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun