Saat masa SMP-SMA saya nyaris tidak pernah mengalami bad mood, saya merasa fisik dan psikologis saya baik-baik saja meskipun dalam keadaan menstruasi sekalipun. Saat itu saya cenderung heran dengan cerita-cerita orang yang kadang berlebihan di mata saya terkait PMS, karena saya sendiri nyaris tidak pernah merasakannya. Berbeda saat masa-masa kuliah hingga saat ini, sepertinya saya adalah pelanggan setia PMS yang akhirnya membuat saya dilabeli sebagai orang yang moodian.
Well, terdapat masa ketika emosi menjadi hal yang tidak bisa saya kendalikan dengan baik. Terdapat masa ketika ucapan seorang teman menjadi super duper sensitif di telinga saya, dan ketika masa itu tiba biasanya saya memilih menghindar, sejenak melipir dari kecenderungan saya untuk meluapkan emosi dengan marah-marah. Entah emosi saya yang meningkat karena meningkatnya usia, ataupun orang-orang di sekitar saya yang memiliki watak berkebalikan dengan saya yang tidak terlalu suka dengan bahasa yang nyelekit.
Jujur, masa-masa tersebut membuat saya tidak nyaman. Terlebih ketika saya akhirnya keceplosan marah, sedikit membentak karena merasa ada yang tidak pantas untuk dibuat bahan bercanda. Dijamin, setelah itu saya benar-benar menyesal. Kemudian dari situ saya pun belajar mengambil sikap ketika saya mengalami masa-masa PMS, masa ketika saya menjadi manusia paling moodian se dunia. Maka saya memilih mencari kesenangan sendiri supaya mood saya tetap stabil, atau pun mengunakan cara pamungkas, diam seribu bahasa, lantas memilih meluapkan segala emosi yang saya rasakan dengan membaca, menulis, menonton film, atapun berbagai kegiatan lainnya. Lebih baik bukan, dari pada ada yang menjadi korban marah-marah saya?
Okay, sampai di sini saya cukup penasaran dengan kondisi tiba-tiba ini. Setelah saya mencari-cari penjelasan, saya justru tidak menemukan penyebab yang pasti kenapa PMS ini kerap menghampiri para wanita. Beberapa teori ada yang menyebutkan karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Dan beberapa teori lainnya yang mencoba mengungkapkan alasan medis dan logis kenapa sindrom ini ada.
Bagaimana jika kita fokus mencari solusi supaya sindrom ini tidak terlalu menguasai emosi para wanita, meskipun tidak bisa dihindari sepenuhnya, minimal bisa diupayakan untuk tidak terjadi. Berikut beberapa solusi yang ada, konon dapat dilakukan melalui diet yang tepat dengan memperhatikan hal-hal di bawah ini.
- Batasi kosumsi makanan tinggi gula, tinggi garam, daging merah(sapi dan kambing), alkohol, kopi, teh, coklat, serta minuman bersoda.
- Kurangi rokok atau berhenti merokok.
- Batasi konsumsi protein (sebaiknya sebanyak 1,5 gr/kg berat badan per orang).
- Meningkatkan konsumsi ikan, ayam, kacang-kacangan, dan biji-biji-bijian sebagai sumber protein.
- Batasi konsumsi makanan produk susu dan olahannya (keju, es krim, dan lainnya) dan gunakan kedelai sebagai penggantinya.
- Batasi konsumsi lemak dari bahan hewani dan lemak dari makanan yang digoreng.
- Meningkatkan konsumsi sayuran hijau.
- Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung asam lemak esensial linoleat seperti minyak bunga matahari, minyak sayuran.
- Konsumsi vitamin B kompleks terutama vitamin B6, vitamin E, kalsium, magnesium juga omega-6 (asam linolenat gamma GLA).