Beberapa kasus yang marak terjadi akhir-akhir ini adalah berkaitan dengan kekerasan dan pelecehan seksualitas yang terjadi pada perempuan. Apalagi ada yang terjadi didalam lingkungan kepesantrenan. Pesantren yang seharusnya menjadi contoh yang baik bagi masyarakat, dan digadang-gadang dijadikan sebagai wadah masadepan yang cerah justru disalahgunakan oleh pihak yang hanya ingin memenuhi hawa nafsunya saja. Sangat miris jika kita mengikuti kasus yang berkembang tersebut. Kebanyakan orang akan mengecap bahwa pesantren tidaklah selamanya bisa untuk pendidikan dan perkembangan anak. Akhlak mulia yang telah diajarkan kepada para santrinya justru disalahgunakan oleh ustadnya sendiri. Hal tersebut terjadi disalah satu kota ternama di Indonesia. Dimana kasus tersebut ternyata sudah berjalan hingga  5 tahun lamanya. Dan tidak dicurigai sama sekali padahal era digitial sudah sangat maju. Berbagai informasi akan cepat sampai kepada orang-orang hanya dengan membuka alat komunikasi mereka masing-masing. Begitu mudah dan cepat tersambung.
Tidak lain dan tidak bukan seksualitas bukanlah hal yang asing bagi kita semua. Seksualitas merupakan salah satu cara manusia dalam mengekspresikan diri. Bukan suatu hal yang harus dilarang jika penempatannya benar dan tidak disalahgunakan. Dalam beberapa kasus yang terjadi saat ini, Pesantren seharusnya benar-benar menjadikan dirinya sebagai tempat yang nyaman untuk belajar dan pembelajarannya sesuai dengan syariat islam. Peran orangtuapun seharusnya bisa memilih tempat pendidikan yang tidak asal pilih. Harus disesuaikan denga isi pembelajarannya.
Perempuan merupakan kodratnya untuk menuruti apa yang dikatakan suami, namun bukankah untuk membela diri, boleh-boleh saja seorang wanita menuntut atas haknya. Bagaimana tidak. Perempuan telah menjadi korban dari beberapa kekerasan seksual dan rata-rata mereka hanya pasrah tanpa berani melaporkan keekrasan atau pelecehan seksualnya kepada pihak yang berwajib. Sudah sepantasnya kita memberikan jalan untuk para wanita agar mereka lebih berani dalam menuntuk haknya. Setiap pondok pesantren harus mengedapankan prinsip sebagaimana yang telah diajarkan oleh para guru terdahulunya. Bahwa pendidikan tidak ada gunanya jka akhalaqul karimah, akhlak kepada seorang guru, akhlak gurukepada seorang murid tidak diterapkan. Kita harus sama-sama menjalankan hak masing-masing tanpa menyalahgunakan hak orang lain.
Peran santri dalam hal ini pun sangat besar, bahwa setiap santri harus memiliki pondasi yang kuat dan sesuai bagi dirinya sendiri. Agar tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan. Karena kalaupun kita sudah berhati-hati, belum tentu orang lain juga hati-hati apalagi dalam mengendalikan hawa nafsunya. Pemanfaatan media digital, media massa yang sudah sangat mudah diakses menjadi tameng untuk memberikan informasi atau mengadu jika memang terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Perempuan harus berani meyuarakan sesuatu yang memang sudah menyakiti mereka. Bukan untuk menyebarkan suatu aib, tapi untuk memberikan pelajaran kepada para pihak yang sudah menyalahgunakan apa yang dia punya kepada orang lain.
Jadi, semua memiliki tanggungjawab masing-masing, mulai dari pesantren itu sendiri, orangtua sebagai wali dari santri itu sendiri, dan yang paling utama para santri itu sendiri. Pesantren, sebagai wadah pendidikan keagamaan harus benar-benar memberikan yang terbaik untuk para muridnya dan tidak asal dalam memberikan pelajaran didalamnya. Orang tua pun harus cerdas dalam memilihkan tempat untuk anaknya. Bukan soal bagus tidaknya pesantren tersebut, orang tua harus menegtahui bagaiamana kondisi dan riwayat pesantren tersebut. Dan yang sangat penting peran dari santrinya. Setiap santri harus memiliki sikap yang bisa untuk menjaga dirinya sendiri agar orang-orang tidak dengan mudah memanfaatkan situasi dan kondisi yang ada. Sudah sepatutnya sebagai perempuan harus bisa menjaga diri dengan iman,dan pengetahuan yang kuat.