Aku selalu penasaran dengan WC 20, pintunya selalu ditutup rapat. Tak seorangpun santri yang berani buang hajat di situ. Mungkin karena sudah terlalu banyak kisah yang disenandungkan angin, digiring-giring bagai bola, digoreng-goreng bagai ikan mairo kecap, dan dibumbui penyedap rasa takut, rasa ngeri, rasa penasaran, sehingga siapapun tak berani mengarahkan pandangan ke arah di mana WC 20 berada. Santri yang kebeletpun lebih memilih menunggu WC lainnya selesai digunakan oleh santri lain daripada buang hajat di WC 20.
KEMBALI KE ARTIKEL