Siang tadi saya berbincang-bincang dengan salah seorang teman saya lewat media online. Salah satu topik pembicaraan kami adalah mengenai salah seorang teman kami yang sampai saat ini masih belum bisa melepaskan diri dari dunia game online. Hal ini tiba-tiba mengingatkan saya kepada kehidupan masa lalu saya yang begitu dekat dengan dunia game. Bisa dibilang, “I was a MANIAC GAMER” !
Mengenal dunia game sejak usia dini
Sejak berumur kurang lebih 6 tahun, saya diberikan game console SEGA (moga-moga ada yang masih ingat) oleh orang tua saya. Bisa dikatakan, sebagian waktu saya dihabiskan untuk bermain SEGA. Saya diperbolehkan bermain SEGA sepulang dari sekolah asalkan semua pekerjaan rumah saya telah selesai. Setiap hari, kurang lebih waktu yang habiskan adalah 2 jam. Ingat, ini untuk ukuran anak SD di tahun 90an, loh!
Ketika saya masuk kelas 5 SD, saya dihadiahi Playstation 1. Pada masa ini, PS1 benar-benar populer. Saya mulai diperkenalkan pada game-game tenar seperti Winning Eleven, Final Fantasy, Digimon, dan lain-lain. Waktu yang saya habiskan di depan televise pun meningkat pesat. Sehari kurang lebih 3 sampai 4 jam. Jika liburan, waktunya bisa meningkat 5 sampai 6 jam. Jumlah kaset saya tidak kurang dari 30 buah. Saya pun terkenal sebagai “anak pengurung diri di kamar”. Maksudnya, saking asyiknya main game di kamar, saya jadi jarang keluar dan bersosialisasi dengan orang-orang di luar rumah. Pada masa ini, bisa dibilang saya telah kecanduan main game, walaupun saya sendiri belum menyadarinya. Saya lebih tertarik dengan dunia game daripada kehidupan nyata saya. Saya pun menjadi berkembang menjadi seseorang yang sangat minder apalagi jika bertemu dengan orang yang tidak pernah saya kenal.
Game Online sejak SMA
Ketika masuk SMA, untuk pertama kalinya saya berkenalan dunia game online: World Of Warcraft. Bagi saya, permainan Warcraft itu sangat menarik, terlebih khusus pada satu bagian yang dikenal hampir semua gamer: DotA. Pada awalnya saya hanya ingin “coba-coba” untuk main game ini. Lama kelamaan, rasa “coba-coba” itu kemudian berubah menjadi rasa candu. Sama seperti orang yang kecanduan narkoba, rasanya kurang kalau dalam satu hari saya tidak main DotA. Lagipula, banyak teman saya yang juga main DotA. “Masih lebih baik kecanduan game daripada kecanduan narkoba”, pikir saya.
Saya bermain game ini kurang lebih selama dua tahun. Alasan saya meninggalkan dunia DotA karena saya mulai sadar kalau bermain game yang berlebihan sangat menguras pikiran dan tenaga, terutama mata saya. Jika saya telah bermain DotA selama 3 jam di depan komputer, mata saya mulai terasa perih dan kepala saya terasa sakit. Ketika masuk kamar, bawaannya selalu ingin tidur melulu. Ketika bertemu teman-teman, saya cuma bisa nyambung kalau topiknya tentang game ini. DotA benar-benar menghabiskan banyak waktu saya semasa sekolah.
Facebook Games
Pada masa kuliah, berkenalanlah apa yang dinamakan Facebook. Saya membuat akun di Facebook gara-gara iming-iming game online juga, yaitu Who Has The Biggest Brain?. Pada awalnya game-game di facebook enak-enak saja. Namun, lama-kelamaan game ini sama menularnya seperti game online pada umumnya. Berbagai macam permainan yang menggunakan konsep yang mirip seperti Multi-Level Marketing (bonus yang kita dapatkan akan semakin banyak jika kita mengajak teman kita ikutan main game itu), seperti Country Story, Restaurant City, Hotel City, Farmville, Pet Social, Ravenwood Fair, dan yang paling terakhir Sim City Online. Entah sudah berapa ribu jam yang saya habiskan untuk main game. Untung saja sekarang, saya telah lepas putus hubungan dengan dunia game online dan segala jenis permainan di Facebook.