Ya sudahlah., walaupun telah menjadi kambing hitam, entreprenurship (setidaknya menurut saya, red) memang bagus –dalam sudut pandang pribadi-. Biarlah bekerja sesuai jalurnya. (Semoga!).
Bukan itu titik tekannya!. Gaung entreprenurship yang begitu menggema di masyarakat kita, khususnya di dunia pendidikan ternyata telah menghipnotis ribuan/jutaan orang untuk terjun di dunia-nya para pengusaha ini. Dengan iming-iming kesejahteraan, kemakmuran dan bisa memberikan lowongan pekerjaan (membantu orang lain) dan tentunya ‘membantu negara’ mengurangi jumlah pengangguran, Entrepreneurship rupanya menjadi jurus ampuh pemerintah mendoktrin para pendidik, akademisi dan sarjana untuk berbondong-bondong terjun di dunia entrepreneurship. Padahal ini nyata-nyata akibat lemahnya regulasi pemerintah dalam mengelola ekonomi.
Ups., melenceng lagi.., maaf bukan itu titik tekannya.,
Ini berbicara selera pribadi, bagaimana entrepreneurship telah berhasil menghipnotis saya untuk menjadikanya jalan hidup. Bukan pilihan hidup!. Bukan sekedar euforia semata, saya mencoba berfikir (seklaigus dalam proses pencarian jati diri) apakah entrepreneurship memang layak menjadi jalan hidup. Dan hasil perenungan inilah yang saya tekankan disini. Inilah mengapa saya ingin ber-entrepreneurship sejak kelas 2 SMP (walaupun malu dan tidak berani berjualan).
Namun berdasarkan hasil perenungan, ternyata entreprenurship adalah prinsip yang sejak kita dilahirkan sudah memilikinya. Sebelumnya membahas itu, saya ingin sedikit flashback bagaimana sistem pendidikan mengkonstruksi cara berfikir kita untuk hidup, bekerja dan pekerjaan :
Kita mengalami fase kehidupan : lahir-bayi-anak-anak-sekolah-bekerja(karir)-nikah-berkeluarga-orang tua-mati !
Benar? Kalo salah mohon dibetulkan
Yups, setidaknya itulah yang dikonsep yang saya dapatkan tentang bagaimana menjalani hidup. (saya kira, juga termasuk anda). Termasuk doktrin sekolah adalah digunakan untuk mencari kerja (bukan untuk bekerja dan bermanfaat bagi orang banyak), sehingga ketika mencari ilmu(sekolah/kuliah) hal ditanamkan adalah bagaimana ijazah digunakan untuk melamar pekerjaan. Setelah kita sekolah, tidak ada ruang bagi kita untuk belajar lagi. Disibukan untuk mencari uang, apapun itu caranya.
Lalu apa relevansinya?.,