Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

KRL dan Alat Kontrasepsi

14 Juni 2012   07:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:00 706 2

Ledakan jumlah penduduk atau baby boomer menjadisebuah momok bagi negara-negara berkembang yang padat penduduk seperti di Indonesia tercinta ini. Tak heran bila pemerintah berupaya menekan jumlah kelahiran ini dengan cara menggalakkan program keluarga berencana (KB). Beberapa macam alat kontrasepsi pun dikenalkan mulai dari Spiral, vasektomi, suntik IUD atau kondom. Masing-masing alat kontrasepsi tentunya memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri.

Ternyata kini ada satu metode khusus nan terselubung atau “alat kontrasepsi” yang tokcer menekan angka kelahiran terutama di wilayah Jabotabek. Apakah metode itu ? Yaitu metode pemenuhsesakan penumpangKRL. Apa iya? Coba tanya kepada ibu-ibu penumpang KRL , dengan kondisi KRL seperti sekarang ini (yang penuh sesak dan tak manusiawi) terbersitkah keinginan bagi mereka untuk hamil lagi? Saya rasa mayoritas akan berpikir sepuluh atau dua puluh kali untuk mengiyakannya.

Seperti obrolan ibu-ibu yang seringkali saya dengar. “Hei.. Dewi udah berapa anak loe sekarang? “ Tanya seorang ibu yang baru bertemu teman lamanya di KRL .”Hm..baru dua nih gue..”.“Kok blom nambah lagi? “ tanya sang teman. “Pengen sih..tapi kalo kondisi KRL masih kayak gini kayaknya gue gak sanggup deh..” jawab si ibu Dewi tadi. Temannya pun menyetujui pendapatnya. Kebetulan di sebelah mereka ada seorang ibu hamil yang tak kebagian tempat duduk di tempat duduk prioritas. Semua sudah terisi oleh ibu hamil dan terpaksa dia harus berdiri padahal kereta penuh sesak, penumpangnya seperti pepes ikan yang dijajar berjubelan. Rasio perbandingan jumlah tempat duduk prioritas dengan jumlah ibu hamil ternyata tak sebanding. Itu salah satu halyang menjadikan momok bagi para ibu dan derita ibu hamil di kereta berkepanjangan.

Ada lagi kejadian lain yang sering saya saksikan sendiri. Misalnya seperti waktu itu KRL jurusan Bogor dari Tanah Abang sedang berhenti di stasiun Manggarai. Dari KRL itu keluar beberapa orang ibu-ibu yang hendak transit ke KRL tujuan Bekasi. Beberapa diantara mereka adalah ibu hamil. Ada yang hamil muda, ada pula yang hamil tua terlihat dari besarnya perut yang menggelembung. Ibu-ibu di dalam KRL berteriak-teriak histeris ketika melihat ibu hamil tua itu harus naik turun peron yang tinggi untuk mengejar KRL tujuan Bekasi yang sudah menunggu di jalur lain yang jaraknya cukup jau. Fyuuh, kejadiannya membuat kita para penonton ikut prihatin, menggerutu dan mengomel sendiri, bahkan ada yang memaki-maki kebijakan para “penggede” KRL yang tak memerhatikan hal-hal seperti ini. Kami kan juga manusia-manusia yang perlu dimanusiakan, bukan direndangkan eh dipepeskan seperti ini.Tak terbayangkah di benak para manajemen perkeretaapian dan siapapun yang bertanggung jawab dalam hal ini bahwa kelak apa yang mereka lakukan dan semua akibatnya itu akan ditanyakan oleh Yang Maha Kuasa di hari di mana tak ada seorang pun yang bisa membuat pembelaan?

Para penumpang KRL meski sudah lelah mengeluh namun di hati mereka masih tersimpan hope bagi perubahan manajemen KRL yang lebih baik. Tak salah kan kalau kita masih ada hope ini? Toh hope ini nggak bayar kok, bahkan Pak Dahlan Iskan bilang:Hope memang tidak membuat perut terasa kenyang, tapi hope bisa membuat hidup terasa lebih hidup. Yes!, kami masih ingin hidup, maka kami punya hope.

Harapan kami khususnya para ibu-ibu adalah kelak jumlah gerbong khusus wanita bisa ditambah, paling tidak 50% dari jumlah total gerbong dalam satu rangkaian. Paling tidak harus ada satu gerbong khusus yang diperuntukkan bagi wanita hamil, menyusui dan manula, bukan hanya ditaruh di bangku-bangku pojok setiap gerbong tapi disediakan satu gerbong khusus untuk mereka ini.

Hope kami berikutnya adalah kelak KRL ini menjadi salah satu transportasi yang murah dan nyaman, jangan lagi dijadikan sebaga “alat kontrasepsi”. Jangan seperti candaan orang Madura itu lah yang suka bilang “Bayar murah kok minta nyaman..!”.Cukup mengherankan ketika statement candaan ala Madura itu keluar dari mulut seorang petinggi KAI yang tentu saja terpelajar danberpendidikan. Kenapa tidak berpikir maju dan berkaca pada negara-negara maju yang bisa memberikan pelayanan public yang nyaman dan murah bahkan gratis?eh ini malah berpikir terbalik. Bila ingin menjadi Negara maju berpikirlah maju, toh bagaimanapun juga rakyat tetap berhak mendapatkan pelayanan publik yang nyaman namun dengan biaya murah, syukur-syukur gratis !. Bukan malah curcol ke sana-ke sini dengan dalih tarif KRL yang terlalu murah. Toh sebenarnya untuk hal ini sudah ada subsidi dari pemerintah bukan? Bila subsidi itu cairnya lama, itu beda lagi masalahnya, jangan jadikan kami para penumpang sebagai kambing hitamnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun