Masih pada hari Kamis kemarin. Disela-sela menunggu antrian pemeriksaan gula darah, saya meninggalkan kerumunan para peserta dan mendatangi seorang penjual es yang nongkrong tidak jauh dari lokasi acara. Tenggorokan yang kering sedari tadi membuatku tidak betah berlama-lama berada di antara kerumunan para pengantri yang didominasi ibu-ibu dan nenek-nenek. Jadi ingat nenekku di kampung yang kini berusia 80tahun-an.
Pa Casum, itulah nama penjual es lapis tersebut. Tinggal bersama istri dan dua anaknya di Kelurahan Pisangan Baru, Matraman, tidak jauh dari Puskesmas Brombeg. Sudah empat tahun lamanya Pa Casum yang asal Cirebon dan menikah dengan orang Betawi ini berjualan es kue lapis. Ia meninggalkan rumahnya pagi hari dan kembali menjelang sore, atau ketika dagangannya habis terjual.
“Setiap hari es kue lapisnya habis, ya pa?”
“Ya, alhamdulillah. Biasanya jam 3 sore sudah habis, yang penting jualan di tempat yang rame.”
“Kalau tidak habis, dihabisin di rumah dong, pa!”
“Iya mas. Kue lapis ini hanya tahan sehari saja. Jadi kalo tidak habis, ya dihabiskan di rumah. (mungkin juga dibagi ke tetangganya)
“Kalau habis, dapat berapa, pa”.
“Bisa dapat sampai 120 ribu, mas, modalnya 60 ribu.” Jawab pa Casum sambil menyiapkan pesanan es kue lapis seharga 2000 rupiah per-mangkok.
“Woww, enak bener! Kombinasi kue lapis, gula aren, buah nangka, sedikit santan dan es membuat minuman ala pa Casum sungguh nikmat. Beberapa orang anak pun berdatangan membeli dagangan pa Casum. Seorang ibu yang berlalu tak jauh dari kami juga tersenyum, sepertinya ingin beli, mungkin malu hati karena ada saya disitu, atau karena, saya juga senyum padanya. Hehehe....
“Kalau esnya beli yang balok (Kalo di makassar disebut es balok karena ukurannyang yang besar) atau buatan sendiri, pa?”
“Ini es kulkas mas, buatan sendiri.”
“Bagus, pa. Sebaiknya es buatan sendiri. Karena saya pernah dengar es balok itu dibuat dari air yang tidak dimasak, malah air sungai yang bisa membuat orang sakit perut”. Kataku melanjutkan. Dan Pa Casum hanya manggut-manggut mendengar ocehanku.
“Wah, esnya enak banget! Tambah satu mangkok lagi, pa”. kataku jujur, semoga ia juga gembira