Seorang anak di pedesaan, dengan jumlah saudara hampir selusin, berangkat sekolah dengan tanpa alas kaki. Membawa tas lawas bekas milik kakaknya, berisi buku gambar kusam, pensip murahan dan botol kecil air mineral bekas berisi air putih saja. Mendekati gerbang sekolah yang banyak disebut dengan istilah taman kanak-kanak, dia tampak melambatkan jalan dan sedikit bimbang. Tempat yang sudah diasosiasikan dengan taman penuh kegembiraan itu tidak mampu memantik riang gembira dalam jiwa kanak-kanaknya yang mestinya tengah membara.
KEMBALI KE ARTIKEL