Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Di Mana Kampung Picik Seperti Ini?

7 Februari 2024   18:45 Diperbarui: 7 Februari 2024   18:47 55 3
Akibat banjir bandang di musim hujan, jembatan di kampung A hancur. Kepala kampung pun bermusyawarah dengan warga. Karena tanpa jembatan, warga tidak bisa menjalankan aktivitas mereka. Setelah dihitung, biaya perbaikan jembatan dibagi rata dengan jumlah warga di kampung itu. Akhirnya diputuskan secara mufakat, setiap kepala keluarga wajib menyumbang seratus ribu rupiah untuk membangun kembali jembatan yang hancur.

Malam harinya, sang kepala kampung berkeliling membagikan sebuah amplop kosong kepada masing-masing warga. Agar esok pagi, amplop-amplop tersebut dikembalikan ke kepala kampung dan sudah berisi uang seratus ribu rupiah di dalamnya.

Tanpa disangka, seorang warga berpikir picik, "Kalau aku tidak mengisi uang ke dalam amplop ini, toh tidak ada yang tahu. Sebab semua amplop tidak diberi nama. Lagi pula satu amplop kosong tidak akan mempengaruhi perolehan uang yang didapat. Jembatan akan tetap dibangun dari sumbangan warga yang lain." pikir si warga.

Dan esok harinya, seluruh warga berduyun-duyun mengumpulkan amplop tersebut. Sang kepala kampung mulai membuka amplop satu persatu. Betapa mengejutkan apa yang ia saksikan, karena seluruh amplop dalam keadaan kosong Rupanya semua warga memiliki pikiran yang sama dengan apa yang dipikirkan si warga picik. Dari situlah kisah jembatan yang tidak pernah dibangun kembali.
Di mana kampung picik itu berada? Maaf, kampung banyak di dekat kita. Karena berada di dalam diri kita masing-masing. Kita selalu merasa ada hal penting yang harus diperbaiki. Agar bisa mengubah hidup lebih bermanfaat untuk orang lain. Mau berbuat baik untuk tujuan yang baik. Begitu rencananya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun