Malam harinya, sang kepala kampung berkeliling membagikan sebuah amplop kosong kepada masing-masing warga. Agar esok pagi, amplop-amplop tersebut dikembalikan ke kepala kampung dan sudah berisi uang seratus ribu rupiah di dalamnya.
Tanpa disangka, seorang warga berpikir picik, "Kalau aku tidak mengisi uang ke dalam amplop ini, toh tidak ada yang tahu. Sebab semua amplop tidak diberi nama. Lagi pula satu amplop kosong tidak akan mempengaruhi perolehan uang yang didapat. Jembatan akan tetap dibangun dari sumbangan warga yang lain." pikir si warga.
Dan esok harinya, seluruh warga berduyun-duyun mengumpulkan amplop tersebut. Sang kepala kampung mulai membuka amplop satu persatu. Betapa mengejutkan apa yang ia saksikan, karena seluruh amplop dalam keadaan kosong Rupanya semua warga memiliki pikiran yang sama dengan apa yang dipikirkan si warga picik. Dari situlah kisah jembatan yang tidak pernah dibangun kembali.
Di mana kampung picik itu berada? Maaf, kampung banyak di dekat kita. Karena berada di dalam diri kita masing-masing. Kita selalu merasa ada hal penting yang harus diperbaiki. Agar bisa mengubah hidup lebih bermanfaat untuk orang lain. Mau berbuat baik untuk tujuan yang baik. Begitu rencananya.