Saya terenyuh saat membacaÂ
Mereka Memberi Pertolongan Pertama... Saya tidak bisa membayangkan jika saja tidak ada pertolongan pertama yang mereka lakukan untuk para korban kecelakaan tabrakan KA Argo Bromo Anggrek dengan KA Senja Utama Semarang pada Sabtu (2/10) kemarin. Saya kira, jika mereka tidak ada di tempat pada saat itu, bisa jadi, korban meninggal akan lebih dari 36 orang. Di antara mereka yang sesaat setelah kejadian langsung memberikan pertolongan terhadap korban terdapat Nurjiman (41) dan Jaka Santosa (47). Bagi orang-orang seperti Nurjiman dan Jaka Santosa, dicatat atau tidak namanya oleh media seperti Kompas--sehingga banyak masyarakat mengetahui--tidaklah terlalu penting. Nyawa korban jauh lebih penting dari segalanya. Bukan predikat sebagai pahlawan yang mereka cari, melainkan keselamatan korban yang mereka kehendaki. "Dengan kondisi masih setengah sadar, Nurjiman langsung menghambur keluar rumah. Ia masih mengenakan celana pendek dan kaus oblong putih. Tanpa pikir panjang, petugas keamanan desa itu kemudian mendekati lokasi kejadian. Bersama dengan sekitar 20 warga Desa Serang lainnya, lelaki kurus ini langsung bahu-membahu mengeluarkan korban yang terjepit kursi dan ruang sempit di dalam gerbong," tulis Kompas mengulas peran Nurjiman. Kompas juga mengulas peran Jaka Santosa (47). Dengan sigap, lelaki tinggi besar ini menggendong korban-korban luka ke rumah warga yang berada di sekitar Stasiun Petarukan. Yang dilakukan Jaka Santosa adalah memindahkan korban ke tempat aman meski dia mengaku tidak tahu bagaimana cara mengobati para korban tersebut. Saya kira, mereka tidak pernah mendapatkan pelatihan penanganan pertama gawat darurat (PPGD) seperti yang biasa diberikan kepada para relawan resque, namun mereka datang dan memberikan pertolongan sebisa yang mereka lakukan persis pada saat-saat kritis; yakni dalam satu jam pertama pasca kejadian. Nurjiman, Jaka Sentosa, serta puluhan warga lain bukanlah orang-orang yang berpangkat, namun mampu bertindak ibarat malaikat-malaikat penyelamat. Melalui keluguan dan keikhlasan serta dengan mengorbankan kemewahan dan waktu istirahat, mereka bergerak seolah telah diutus Tuhan untuk mengurusi ketidakbecusan pengurusan kereta api yang diamanatkan kepada mereka yang memimpin negeri. Dengan semua itu, tangan-tangan mereka jauh lebih kuat dari alat-alat berat, pertolongan-pertolongan mereka jauh lebih ampuh dari obat-obat, pikiran-pikiran mereka jauh lebih jernih daripada mereka yang bekerja dengan selalu menuntut pamrih. Karenanya, tidak bisa disangkal, jika mereka yang selama ini terpaksa tinggal dalam keadaan yang miskin, penuh keterbatasan, dan kerap menjadi sasaran penggusuran di pinggir-pinggir rel kereta api adalah Tangan-Tangan Tuhan yang datang tak terduga namun bekerja menyelamatkan banyak nyawa. Terima kasih Pak Nurjiman, terima kasih Pak Jaka Sentosa, terima kasih untuk semua warga yang telah rela dan ikhlas membantu menyelamatkan nyawa para korban kecelakaan maut KA Argo Bromo Anggrek dan KA Senja Utama Semarang. **Tulisan ini didedikasikan untuk sahabat kami, Indah Utami (kompas menulisnya dengan nama Dinda Utami), yang telah menjadi salah-seorang korban tabrakan maut KA Senja Utama Semarang dan KA Argo Bromo Anggrek. Saat ini, sahabat kami tengah menjalani operasi untuk memulihkan kondisinya. Kami sungguh berharap doa dan dukungan dari rekan-rekan pembaca sekalian untuk kesembuhannya. Amien.
KEMBALI KE ARTIKEL