"Ketika bintang Aras si Karantika sudah bergeser posisi ke arah barat tadi malam, aku tambahkan prajurit berjaga di depan kamar Lembu Ijo sesuai dengan pesanmu."
Patih Geruntung Manau memulai pembicaraan dengan nakhoda utama Patih Panimba Segara.
"Terima kasih abah telah bertindak meningkatkan penjagaan terhadap Lembu Ijo. Jangan sampai orang Jawi itu terbunuh, kita akan kehilangan saksi didepan mahkamah untuk mengadili Jenderal Patih Pambalah Batung. Pengadilan mahkamah yang tidak akan pernah terlupakan sepanjang sejarah Kerajaan Negeri Candi Laras."
"Benar sekali," ujar Patih Garuntung Waluh. "Aku juga berfikir begitu. Jika orang Jawi ini terbunuh di atas Prabayaksa, maka pihak Patih Pambalah Batung akan melancarkan tuduhan balik bahwa kita yang menghabisi Pangeran Tebupait, calon suami Puteri Laras Tunjung Sari. Dan kita tidak dapat memberikan alasan bahwa dia adalah Pangeran Tebupait palsu. Jadi Lembu Ijo adalah saksi sejarah."
Selanjutnya dialog mereka tidak terdengar lagi diluar kamar, karena pintu ditutup.
Penggunaan kata aku menunjukan bahwa pembicaraan mereka bersifat pribadi dan tidak terikat hirarki milter. Dari sisi usia Garuntung Waluh memang 15 tahun lebih tua ketimbang Panimba Segara maupun Pambalah Batung dan Garuntung Waluh. Dia adalah jenderal senior yang tidak dipensiunkan di Kerajaan Negeri Candi Laras. Lebih tepatnya tidak ada yang berani mengatakan bahwa dia dipensiunkan, temasuk Mahapatih sendiri tidak pernah berani mengatakannya.
Meski usianya sudah 72tahun dengan rambut memutih gondrong sebahu, pisik Jenderal Patih Garuntung Manau yang kokoh padat berotot membuatya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya. Pada setiap seremonikerajaan,protokoler menempatkanya disamping kiri Mahapatih.
***
"Saya akan jamin sepenuhnya keselamatan Pangeran Tebupait, selaku Nakhda Utama Prabayaksa saya kira tidak perlu pengawal khusus seorang prajurit bhayangkari menyertai tuan pangeran di kapal kita." Usul Patih Panimba Segara ketika itu sebelum bertolak dari pelabuhan Tuban untuk perjalanan kembali ke Negeri Candi Laras.
"Pengawalan khusus oleh satu orang dari prajurit bhayangkari sudah menjadi keputusan saya selaku pemimpin misi ekspidisi dan saya sudah pilih orangnya adalah prajurit Lembu Ijo. Masalah ini selesai dan tidak dibicarakan lagi." Demikian penegasan Jenderal Patih Pambalah Batung.
Sikap dan keputusan tanpa musyawarah oleh Patih Pambalah Batung membuat Patih Panimba Segara dan Patih Garuntung Manau berprasangka bahwa tentu ada rencana lain dibalik keputusan itu. Sekarang Pangeran Tebupait hilang lenyap bersama kerandanya dan Patih Pambalah Batung membuat keputusan bahwa Lembu Ijo akan dijadikan figure Pangeran Tebupait. Dia dengan muslihatnya berupaya menyembunyikan kegagalan misi ekspidisi itu yang tentu akan menghancurkan reputasinya.
***
"Apakah tuan saudagar bersedia menjadi saksi pada mahkamah Negeri Candi Laras bahwa Jenderal Patih Pambalah Batung telah mengatakan rencana tiupu muslihatnya itu." Tanya Patih Panimba Segara kepada Amang Ical, sposnsor utama ekspidisi perahu layar bertiang satu Prabayaksa.
"Tentu saya sangat bersedia, saya bersedia sebagai saksi utama atas rencana penipuan busuk terhadap Negeri Candi Laras." Ujar Amang Ical menjawab tegas. Dia memang mengharapkan ekspidisi itu sukses dan seluruh biaya akan mendapat konpensasi dari Kerajaan Negeri Candi Laras berupa konsesi tambang batu emas di Pangarung. Jika ekspidisi gagal tentu dia tidak mendapatkan konpensasi itu. Resiko rugi semacam ini adalah hal biasa dalam berdagang. Karena itu Dia tidak mau bersekongkol dengan Patih Pambalah Batung. Seorang pengusaha sekaliber dia akan selalu memegang komitmen untuk menjaga kehormatan dan kepercayaan masyarakat.
"Tidak akan menarik pernyataan tuan ini jika nanti dihadapkan ke mahkamah?" Tanya Patih Panimba Segara meyakinkan.
"Pasti…pendirian saya tidak akan berubah. Apalagi pistol Patih Pambalah Batung sudah pernah diarahkan ke jantung saya agar saya tidak membuka rahasia itu."
Nakhoda Utama Jenderala Patih Panimba Segara dan Patih Raruntung Manau menghela nafas lega dan yakin bahwa Amang Ical ada dipihak mereka.
Tiba tibatoktotk toktok….pintu dibuka ternyata si Cingil pelayan Patih Panimba Segara.
"Maaf tuan saya tidak bermaksud menggangu atau menguping…saya hanya ingin menunjukan catatan saya ini bahwa malam ini adalah malam likuran, tujuh hari setelah purnama penuh…jadi bukan malam kemaren tuan….. mohon maaf tuan."
"Hahhh….." dua Jenderal itu koor.
Itu sebabnya mengapa tembang merdu kekawih Tanah Tebupait tidak terdengar kemaren malam. Jadi belum bisa dipastikan siapa sebenarnya Lembu Ijo.
***
Sorry bro,...ada perbedaan kalender antara rukyatul hilal dengan sistem hisab.. :)