Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Akasia-Ku

13 Juni 2020   06:00 Diperbarui: 13 Juni 2020   06:10 51 0
Senin :
Siang cerah, angin berhembus perlahan.
Tono dan Tini, sejoli memadu kasih berpangku pohon akasia yang tersenyum malu.
Tono menggurat batang pohon.
Guratan kenangan mereka pernah bercengkerama disitu.
Menggurat simbol cinta dan nama mereka.
Akasia diam meski meneteskan getah di tubuhnya.

Selasa :
Udin kecil meneguk air minum di botol plastik bekal minumnya.
Kambing yang digembala riang .
Merenggut pucuk rumput segar basah sisa hujan tadi pagi.
Duduk bersandar pohon akasia yang memberi kesejukan.
Udin menguap dan setengah tertidur dipeluk keteduhan pohon akasia.
Akasia diam meski daunnya melayu menahan terik.

Rabu :
Kakek Salim mengibaskan baju luarnya yang dilepas.
Rambut putihnya basah.
Hujan awal bulan ini tak deras meski cukup untuk membuat Kakek Salim berteduh di bawah pohon akasia.
Kakek Salim menghitung tempe jualannya dalam plastik.
Hembusan nafas yang berat melihat belasan tempe masih betah di keranjangnya.

Kamis :
Hujan badai beringas dari sore.
Petir seakan pijaran api di langit.
Angin meliuk bagai ular marah mengejar mangsa.
Akasia renta menyerah terkulai di pinggir jalan.
Sudah dicukupkan batas waktu hidupnya.

Jumat :
Nenek Juminah sibuk meniup menyalakan api tungku.
Untungnya tadi pagi Nenek Juminah memondong ranting akasia yang terkapar di pinggir jalan.
Cucunya merengek ingin makan singkong rebus.
Ranting akasia ikhlas membakar dirinya.
Tersenyum dalam akhir hayatnya.

Sabtu :
Tiada siapa-siapa.
Hanya sisa bongkahan akasia merana.

Minggu :
Hanya tinggal kenanganmu Akasia-Ku.
Waktu sudah mengakhirimu.
Damai selalu Akasia-Ku.

Biroe Langit
10/6 ' 2020.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun