Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Yang Tersisa Dari Kenanga

22 November 2009   02:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:14 293 0


AKHIR pekan ini benar-benar istimewa buat saya. Jum’at lalu saya hadir di acara syukuran yang dibuat Kompasianer Linda Djalil di rumahnya yang apik di jalan Kenanga Jakarta Selatan.  Ada sekitar 25-an kawan yang hadir. Semuanya berbahagia atas kesembuhan mbak Linda dari sakitnya.

Kenapa saya merasa istimewa? Karena mbak Linda dedicated acara kemarin tidak buat dirinya sendiri, saya dan juga Kompasianer Novrita Savitri ‘dipaksa’ ikutan merayakan ulang tahun  kami disini. Novrita ultah sehari sebelumnya. Sementara saya 2 hari lebih cepat dari Novri.

Lebih istimewa lagi karena syukuran kemarin juga diberi sajian musik live dari idola saya yang juga blogger di Kompasiana, Jodhi Yudhono. Saya mengagumi Jodhi dari tulisannya di Kompasiana. Tulisan-tulisannya dalem banget dan membawa permenungan. Ia bisa menulis hal-hal ringan namun dengan bahasa yang menawan. Jam terbang dan ‘kesenimanan’ Jodhi membuat tulisannya berbeda.

Kekaguman saya makin bertambah saat saya tahu dia juga jago musik, khususnya main gitar dan menyanyi. Perjuampaan pertama saya dengan Jodhi secara langsung adalah di ajang Mochtar Lubis Award 2009 lalu. Saat itu saya bersama beberapa kawan datang sebagai salah satu nominator karya jurnalistik tv terbaik. Meski tak menang, lumayan lah untuk pertama kali bisa menyaksikan Jodhi manggung live bersama Irul.

Keren!! Hanya itu yang bisa saya katakan saat itu. Ternyata saya bernasib baik, lewat kompasiana pula kemudian  saya dapat kesempatan melihat lagi aksinya. Saat buka puasa di Dapur Sunda, kemudian Hut Kompasiana di Marios Place, serta di rumah mbak Linda.

Hmm…beruntungnya saya bisa berada di barisan depan menyimak musikalisasi puisinya yang memikat. Oiya, sebelum keterusan. Jodhi ini banyak membuat aransemen musik dari puisi. Tidak hanya puisi karyanya, tapi juga puisi sejumlah seniman lain. Jadi kebayang kan indahnya kata-kata yang meluncur dari lagu-lagu Jodhi.

Suaranya menggelegar, dengan permainan gitarnya yang rancak, benar-benar membuat saya teringat pada sosok Leo Kristi, penyanyi balada yang top di era 70-an.

Cuma itu? Enggak lah. Permainan gitar Jodhi amat padu dengan liukan biola yang dimainkan dengan ciamik oleh Irul, kawan duet Jodhi. Irul bagai belahan jiwa Jodhi. Ia tahu dimana harus masuk dan di bagian mana ia hanya ikut bersenandung. Keduanya seolah senyawa yang tak terpisahkan. Pun saat Jodhi dipaksa melagukan puisi baru, chemistry keduanya sudah terbentuk, audiens tahunya mereka bermain apik.    

Hadirnya Jodhi dan Irul di Kenanga jelas menjadi kado istimewa bagi saya. Saya yang tengah diberi cobaan dengan pekerjaan saya, seolah diberi guyuran air semangat luar biasa. Syair dan pesan lagu-lagu Jodhi membawa saya untuk tetap optimis melaihat masa depan.

Tengkyu mbak Linda yang sudah memfasilitasi kehadiran idola saya mas Jodhi. Terima kasih juga buat Irul, karena tanpa Irul sajian musik mas Jodhi kurang sedap. Terima kasih juga buat  semua Kompasianer, 2 kawan dari PSA UI, Sys NS, Ray Sahetapi dan mbak Iin yang mau  ikut ‘gila’ di Kenanga.

Benar-benar malam yang tak terlupakan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun