Dan Kapolri sendiri, menurut TPF, berjanji bakal menonaktifkan Susno. Tapi apa yang terjadi semalam?
Hingga pagi ini kondisi makin tak jelas. TPF berkumpul merespon perkembangan. Belum lagi sikap diambil, Irjen Polisi Susno Duaji (Kabareskrim Polri) dan Abdul Hakim Ritonga (wakil jaksa agung) akhirnya mengundurkan diri.
Entah apa yang akhirnya mengantar kedua pejabat itu berani bersikap, apakah ditekan polisi, malu karena skandalnya bersama penjahat dibuka pada publik, atau takut dengan tekanan rakyat? Kesemuanya bisa terjadi dan mungkin terjadi.
Di Kompas hari ini Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD mengatakan kekecewaannya atas dilepasnya Anggodo oleh Polri. Mahfud bilang, jangan melawan arus kekuatan rakyat. Karena mungkin Mahfud berpikir, kasus dugaan kriminalisasi KPK ini sudah menggelinding begitu rupa. Jika tak dituntaskan akan berbahaya bagi pemerintah, karena mengabaikan suara rakyat yang mendukung pemberantasan Korupsi.
Baru saja Presiden menggelar konpers menanggapi ancaman TPF. Terlepas apa isi konpers Presiden, saya merasa kok ada kesamaan situasi sekarang dengan saat Soeharto menjelang lengeser tahu 1998 silam.
Saat itu presiden membentuk dewan reformasi yang beranggotakan salah satunya (kalau tak salah ingat) Nurcholis Majid. Mereka saat itu mundur dari dewan bentukan Soeharto, dan tak lama kemudian Soeharto pun mundur dari jabatannya karena merasa legitimasinya jatuh. Apalagi saat itu tekanan bertubi-tubi dari rakyat untuk mundur begitu kencangnya.
Saya tak berharap kondisi serupa hadir kembali di negeri ini. Karena ngeri membayangkan bakal hancurnya negeri ini seperti setelah reformasi. Semoga Presiden SBY masih mau mendengar suara rakyat yang ingin perubahan dalam bidang hukum. Rakyat cuma menuntut keseriusan pemerintah menegakkan hukum dan peduli dalam pemberantasan korupsi. Kini saatnya bukan lagi tebar pesona dan menjaga citra. Saatnya bekerja, selesaikan apa yang harus diselesaikan. Jika tak ingin rakyat marah.