Tapi kau acuh. Karena kautahu hari-harimu lebih berat sementara kebahagiaan sedang menuntut untuk ditemukan.
Di dapur, suara jeritan itu terdengar lagi saat kau sedang mengaduk kopi dan sisa gula untuk dirimu sendiri. Sedikit lebih panjang. Tapi kausadar bahwa itu tak lebih buruk ketimbang suara piring-piring kotor yang meminta dicuci, atau beras dan gula yang habis sedangkan kau malas pergi ke pasar dan bernego dengan ibu-ibu yang cerewet.
Jalanan tidak sedang padat, suara itu terdengar lebih jelas saat kau melihat sekeliling dan menemukan dua orang tua -kakek dan nenek- yang sedang naik sepeda. Kau memandangi keduanya dengan harapan dan doa-doa yang membuat ban sepeda motormu menabrak bahu jalan. Kau tersungkur dan suara jeritan itu jadi semakin keras.
Kautiba di kantor dengan memar dan goresan kecil di kulit, celana di bagian lutut yang berlubang dan baju yang agak kotor.
Saat kau menghadap laptop dan tak menemukan berkas-berkas yang kaucari, kau akan memaki dirimu sendiri dengan umpatan-umpatan kasar khas internet, yang kau dapat dari akun-akun sosial media berkonten receh, yang bisa membuat kau tertawa sendirian sampai keluar air mata di dalam kamar mandi.