Seorang lelaki baru saja membuatku kesal. Kuhadiahkan sebuah kenang-kenangan berupa telur hitam tepat di matanya.
Pagi menyerupai pintu menuju sebuah kemungkinan pada nama yang telah kucoba kubur di dalam lumpur, tapi ia bangkit seperti zombi dan menggigitku saat sedang memikirkan hal-hal apa saja yang mungkin bisa menyakitiku hari ini.
Aku sudah terinfeksi dan menjadi mayat hidup yang berjalan di sepertiga malam kedua, saat penjual nasi goreng sedang keranjingan senyum pada pelanggannya.
Tapi tidak seperti senyuman lelaki yang membuatku benar-benar kesal itu.
Apa yang tidak ada pada hari ini dan besok. Kita sudah tidak di mana-mana. Tapi kau di dalam kepalaku yang sepi.
Dan lelaki yang kupukul hingga lebam di matanya sudah mengambilmu.