Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Nelayan, Menyabung Nyawa demi Sesuap Nasi

22 Maret 2011   15:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:33 126 0
Nelayan, Menyabung Nyawa demi Sesuap Nasi

PINRANG--Hamparan laut nan luas dengan aneka hayati yang terkandung didalamnya, ternyata tidak sepenuhnya menjanjikan kesejahteraan manusia, sebab terkadang ada saja  kendala yang mereka hadapi untuk meraup sumber daya laut untuk kehidupan Manusia.

Kehidupan Nelayan di Pesisir Pantai Ujung Tape, Pallameang, Kelurahan Langga masih memperihatinkan, akibat cuaca yang tidak menentu, membuat mereka kebanyakan menganggur di rumah, ketimbang mencari rejeki di tengah laut sebagai Nelayan. " Baru dua Hari ini, cuaca bersahabat, sekarang mendung lagi " Sahut Unding, salah seorang Nelayan yang di temui Pare Pos di pesisir Pantai Rabu 16 Maret.

Unding menceritakan, nelayan seperti dirinya mulai beraktifitas pada pukul 03.30 dini hari disaat orang orang masih terlelap dalam peraduannya dan pulang kerumah saat mentari sudah condong ke barat, itu pun dengan hasil yang belum pasti, bahkan terkadang besar pasak dari pada tiang. Unding mengaku setiap kali melaut Bahan Bakar Minyak ( BBM) jenis premiun yang di gunakan sebanyak tujuh liter, jika hasil dari melaut yang diperoleh hari itu hanya sebanyak 5 Kg, maka sudah di pastikan ia tidak akan mndapat  apa apa " Nelayan hanya tidak kenal putus asa dalam mencari rejeki di tengah laut "

Lelaki yang mulai melaut sejak kecil ini menambahkan jika hasil yang kita peroleh sebesar itu, kita masih syukuri, sebab masih ada yang dapat menambal biaya operasional, namun tidak jarang pulang dengan tangan hampa, karena arus bawah laut yang deras, membuat pukat yang mereka pasang tergulung sehingga tidak dapat menjaring ikan " Waktu cuca buruk kemarin, Nelayan di pesisir hanya mendapat bantuan lima Liter beras, itupun tidak semuanya keluarga dapat jatah bantuan "

Bahkan Kata Unding, beberapa kali ia nekat melaut untuk mencari ikan, dengan kondisi cuaca buruk  dan ombak yang besar karena persediaan beras sudah habis sama sekali, akan tetapi setelah pukat di pasang, ombak bukannya reda malah menjadi jadi sehingga ia memilih untuk Pulang,  dan Jaring yang terbentang itu di seret dengan perahu ke Pinggir Pantai " Pukat saya, robek semua, tidak bisa di pakai lagi "

Wacana Bupati Pinrang, saat mengunjungi masyarakat Pesisir itu beberapa waktu lalu yang mengharapkan  nelayan membentuk kelompok, dan akan di usahakan fasilitas perahu yang berkapasitas besar, agar disaat ombak besar, tidak menghalangi para Nelayan untuk mencari Nafkah di tengah laut, Namun bagi Unding, hal ini tidaklah di respon baik, sebab yang ia khawatirkan jika ada diantaranya yang merasa sok berkuasa,atau ada diantaranya yang bermalas malasan, sehingga memicu perselisihan di kelompok itu " Kita lebih membutuhkan pukat di banding dengan perahu. Lagipula harga pukat lebih enteng di banding perahu. Satu Pukat hanya seharga Rp.130 ribu "

Namun ia masih bisa bernafas lega bila ia membandingkan dirinya dengan nelayan yang bekerja di bagan. Bagan adalah salah satu bangunan yang terbuat dari bambu yang terpasang di tengah laut dengan tujuan untuk menangkap ikan. Para Nelayan yang bekerja di bagan ini pada umumnya berangkat sore hari dan menginap di tengah laut, pagi harinya mereka kembali
kedaratan untuk membawa hasil tangkapannya jika ada " Jika mereka di tengah laut kemudian terjadi angin kencang dan ombak besar, pada umunya mereka memilih pulang, kalau tidak mereka akan diombang ambing oleh ombak, karena mereka hanya berpegangan pada bagan itu "

Jumlah personil sebuah bagan, pada umunya terdiri atas lima orang, sehingga biaya operasionalnya pun lebih besar dibanding mereka yang menggunakan perahu kecil " Kalau hasilnya hanya Rp.300 ribu maka itu hanya cukup untuk 2 hari, itu belum ada gaji anggotanya "

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun