Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Gara-gara Judol

19 November 2024   09:47 Diperbarui: 19 November 2024   11:03 49 1
Di sebuah gang sempit yang tak pernah sepi bisik-bisik tetangga, Santo mulai jadi bahan pembicaraan. Laki-laki yang dulunya biasa saja kini mendadak terlihat "berbeda." Pakaian rapi, motor matic baru, dan sering terlihat sibuk dengan ponsel di tangannya. Hal itu membuat tetangga mulai menyebar gosip.  

"Pasti dia main *judol*!" bisik seorang ibu pada temannya.  
"Iya, judi online! Duitnya banyak sekarang, ya? Padahal dulunya biasa aja," sahut yang lain, sembari mencibir.  

Semua dugaan ini tak lepas dari kebiasaan Santo yang sering melakukan transaksi mencurigakan lewat aplikasi dompet digital. Pagi-pagi sekali, dia terlihat sibuk dengan ponselnya, mengetik angka-angka yang tak seorang pun tahu untuk apa. Malamnya, uang masuk ke rekeningnya. Ini membuat gosip berkembang liar.  

Di warung kopi, Supri, teman lama Santo, mendengar gosip itu. Ia mendatangi Santo dengan wajah serius.  
"To, jujur aja, lu dapet duit dari *judol* kan? Nggak apa-apa, gue nggak bakal ngadu," katanya sambil berbisik, takut didengar orang lain.  

Santo tertawa kecil. "Apaan sih, Pri? Ngaco aja."  
"Udah, gue tahu kok. Lu kan sekarang sering beli barang mahal. Orang kampung semua ngomongin lu!"  
"Lagian, kalau iya kenapa? Urusan gue, kan?" Santo menjawab sambil tersenyum aneh, membuat Supri semakin yakin.  

Desas-desus makin parah. Seorang tetangga bahkan mulai mendatangi rumah Santo.  
"Santo, kamu ini kerja apa sebenarnya? Jangan sampai bikin malu keluarga, ya," ujar Bu Lili, tetangga paling berani bicara langsung.  
"Bu, saya kerja halal kok. Saya nggak bakal bikin malu keluarga."  
"Tapi semua orang bilang kamu main *judol*! Kamu transaksi apa tiap hari itu?" Bu Lili mendesak.  

Santo hanya tersenyum sambil berkata, "Sabar, Bu. Semua bakal tahu nanti."  

Hari itu tiba. Santo memanggil beberapa orang tetangga untuk datang ke rumahnya. Di halaman, sudah tersusun meja panjang dengan berbagai toples kaca berisi dodol berbagai rasa: original, durian, cokelat, bahkan rasa pedas yang unik.  
"Bu Lili, Pak Budi, semuanya, ini alasan kenapa saya sering transaksi!" Santo tersenyum sambil menunjukkan ponselnya. "Saya jualan *dodol* lewat online. Nama mereknya 'Judol' -- *Jualan Dodol*! Makanya, tiap hari saya sibuk sama pesanan orang."  

Semua orang terdiam. Wajah Bu Lili merah padam, sementara Supri hanya bisa menahan tawa canggung.  
"Saya nggak main judi online, Bu. Saya cuma usaha kecil-kecilan. Alhamdulillah, untungnya lumayan buat beli motor baru."  

Akhirnya, suasana mencair. Tetangga mulai meminta maaf dan bahkan membeli beberapa dodol dari Santo.  
"Dodohnya enak juga, To," puji Supri sambil tertawa kecil. "Gue kira lu pemain judi, ternyata pebisnis dodol!"  

Santo tersenyum lebar. "Makanya, jangan gampang suudzon. Dodol aja bisa jadi rezeki, Pri. Yang penting halal."  

Sejak itu, tak ada lagi yang berani gosip soal Santo. Nama *Judol* pun jadi terkenal, tak hanya di kampung, tapi juga online.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun